Di blok yang sama, Kelurahan Pateten, Kecamatan Aertembaga, milik Fien Sompotan—yang suaminya Pengacara, Raymon Lego, mendapat penggantian sebesar Rp 5 juta per meter. “Sedangkan milik warga yang kami wakili hanya di kisaran Rp 600 ribu sampai Rp 1.500 ribu,†terang Joppy I. Wawoh.
Tanah milik warga itu berada di daerah komersial, seperti milik Rohmat, di Kel. Pateten, Kec Aertembaga, dekat dengan pasar Rakyat Pateten, Pasar Bitung, Rumah Sakit Angkatan Laut Bitung dan Pelabuhan.
Di rumah Rohmat itu juga terdapat usaha bisnis pasang gigi, warung jualan sembako, termasuk warung makan.
Terkait dengan pengambil alihan lahan untuk menjadi lahan jalan tol Manado Bitung, sejatinya masyarakat tidak keberatan. “Namun yang menjadi pertanyaan dan aduan adalah proses penilian oleh Tim Apraisal dari KJPP Pung’s Zulkarnaen & Rekan tidak sesuai dengan nilai yang ditentukan pihak tol,†terang Rahmat dalam surat keberatannya.
Sebagai rumah tinggal di daerah komersial, rumah Rohmat, yang berprofesi sebagai PNS itu juga mudah mengakses fasilitas publik yang ada di Bitung, mulai ke pasar, pelabuhan, hingga ke pusat kota hanya ditempuh dengan jalan kaki.
“Jika saya dipindahkan dari tempat saya dengan harga yang tidak sesuai, maka itu selain mematikan mata pencaharian keluarga saya, juga menyengsarakan saya dan keluarga. Untuk itu sekali lagi, belum bisa menerima atau belum setuju dengan penilaian Uang Ganti Rugi (UGR) dari pihak tol saat ini,†jelas Rohmat.
Lebih lanjut, Rohmat mengatakan dia akan mengajukan keberatan dengan pembanding lain berdasarkan permasalahan yang dia alami diatas dan meminta penyelenggara pembangunan jalan tol Manado Bitung untu bisa meninjau kembali nilai ganti rugi atas rumah dan tanahnya yang terkena dampak.
Selain hasil nilai yang tidak sesuai harapan, Erna Kasim, pemilik tanah di Pateten, Aertembaga juga keberatan dengan cara tim penilai melakukan penilaian. Dimana, penilai yang didampingi pejabat RT hanya memotret objek dari luar, tidak melakukan pengukuran, dan tidak mau tahu bangunan rumah dari bahan apa. Ini jelas berpengaruh terhadap rendahnya nilai bangunan yang dimiliki.
“Tim penilai hanya foto-foto dari luar, tahu tidak di dalam ada berapa kamar, ada keramik atau tidak. Pengukuran bahan bangunan tidak dilakukan. Sedangkan RT hanya tanya rumah ini dibuat tahun berapa, bagaimana bisa menilai,†keluh Erna Kasim.
Isi surat keberatan 17 warga atas nilai tanah hasil appraisal intinya semua sama tida setuju dengan nilai yang dikeluarkan untuk tanahnya, dinilai terlalu rendah. Keberatan itu ditulis diatas kop BPN dan itu baru kali ini, terang Joppy. Dimana keberatan sebelumnya tidak pernah memakai Kop Surat BPN. “Dengan begitu, kita mengunci, bahwa warga yang keberatan itu tanahnya tidak bisa dilanjutkan, sebelum terjadi kesepakatan harga tanah,†terangnya.