Pengamat: Perlu Dievaluasi Militer Masuk Jabatan Lembaga Sipil, Agar Hukum Sipil-Militer Tak Rancu

Penggiat Medsos Denny Siregar: Nah jadi bingung kan kalau militer aktif masuk di wilayah sipil ?

Ilustrasi TNI

“Pasalnya, prajurit TNI tunduk pada UU TNI atau hukum militer, maka sulit jika ada prajurit TNI masuk ke jabatan sipil. Pasti akan menimbulkan efek dalam penegakan hukum dan supremasi sipil,” ujar Edi Winarto dalam keterangannya di Jakarta.

Menurut Edi Winarto, UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 dilahirkan oleh semangat reformasi dan supremasi sipil untuk mengatur soal pemisahan tugas dan kedudukan TNI dan lembaga sipil.

“Dalam undang-undang TNI sudah diatur bahwa kewenangan TNI pada tupoksinya sudah jelas sekali termaktub bahwa tugas prajurit TNI adalah aparat militer yang domainnya bidang pertahanan dan kedaulatan negara dan bukan aparat keamanan atau aparat hukum,” kata Edi Winarto.

Dalam UU ini sudah ada rambu yang jelas pemisahan antara kewenangan lembaga sipil dan lembaga militer. Sehingga tidak bisa dicampuradukkan. Oleh karena itu ketika ada anggota TNI menduduki jabatan di kelembagaan sipil akan memunculkan kerancuan dalam landasan hukumnya.

Menyikapi soal kerancuan aturan hukum antara sipil dan militer, IPWI memberi saran agar ke depan perlu dievaluasi pejabat militer yang ditempatkan di lembaga sipil agar tidak rancu dalam pertanggungjawaban sebagai penyelenggara negara.

“Penyelenggara negara menggunakan uang rakyat, sehingga apa yang menjadi tugas negara, keuangannya harus bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat terutama sipil, jika militer memang tidak bisa terikat dengan ketentuan dalam hukum sipil, sebaiknya jangan menduduki jabatan sipil sangat membingungkan,” paparnya.

Karena jika ada pejabat militer ditempatkan ke lembaga pemerintahan atau lembaga negara sipil akan menimbulkan keracuan dalam pertanggungjawaban hukum.

Si pejabat militer yang masih terikat dengan hukum militer dan tidak tunduk dengan hukum sipil akan membuat kesulitan jika ia melakukan perbuatan pidana yang utama korupsi.

“Karena sebagai penyelenggara negara, ia harus mempertanggungjawabkan kejujuran sebagai pejabat negara dalam mengelola dan memimpin kelembagaan dan organisasi pemerintah yang transparan dan akuntabel,” ujar Edi Winarto.

“Jika ia berlindung dengan hukum militer maka serba susah pengawasannya, karena KPK yang ditugasi negara untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan organisasi pemerintahan tidak terjadi korupsi akan sulit menjangkau pejabat militer,” tambahnya.

Keterlibatan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi di Suap Proyek Basarnas

Diketahui, KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan menemukan bukti kuat Marsekal Madya Henri Alfiandi menerima suap Rp 88,3 miliar. Dari berbagai vendor pemenang proyek Basarnas tahun 2021-2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: