Semarang,EDITOR.ID, – Pemilihan Umum (Pemilu), baik itu Pilpres, Pileg, maupun Pilkada pada tahun 2024 nanti, hendaknya dimaknai sebagai sarana memperkuat integrasi kebangsaan. Bukan sebaliknya, pemilu meninggalkan sisa perpecahan. Bahkan, dalam tahapan mulai persiapan, penyelenggaraan, dan pasca-Pemilu justru menimbulkan pembelahan di dalam masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Dekan Fakultas Hukum Unissula Dr H Jawade Hafidz SH MH saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) ”Sosialisasi Pembekalan Pemantauan dan Peliputan Pemilu 2024” di kantor PWI Jateng, Semarang, Jumat (1/12/ 2023).
”Di tengah masyarakat yang terpolarisasi dan menurunnya trust publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan, momentum lima tahunan ini justru harus dipahami sebagai momentum untuk kembali memperkuat integrasi kebangsaan,” kata Jawade yang juga Dewan Pakar Mappilu itu.
Dia mengatakan, ada sejumlah persoalan mendasar yang perlu diwaspadai dalam Pemilu 2024 nanti. Salah satunya soal daftar pemilih tetap (DPT). Beberapa waktu ada sekitar ratusan juta orangĀ pemilih yang telah diretas oleh hacker. Hal itu diartikan, siapa yang bisa menguasai ratusan juta orang itu, maka dialah yang akan menjadi pemenang.
”Salah satu kelemahan Pemilu adalah vote menggunakan online, proses penghitungan lewat IT. Jadi siapa yang menguasai IT, dialah yang paling berpeluang. Maka dari itu, perlunya partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara, penghitungan dan penetapan suara. Alasannya, hal ini sangat rentan dimanfaatkan oleh aktor-aktor yang mengusai IT. Fenomena sebelumnya sudah ada, sehingga banyak kontestan Pemilu kehilangan suara,” katanya.
Pengawasan Melalui Media dan LSMĀ
Diakuinya, meski dalam pengawasan ada Bawaslu. Namun yang paling efektif adalah keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media.
”Wartawan atau jurnalis itu sudah terdoktrin bagaimana menyajikan berita yang imbang. Media akan melakukan klarifikasi dengan banyak pihak yang terlibat dalam Pemilu. Inilah potensi media. Kalau pengawasan itu lemah, maka kelemahan itu bisa jadi ada pada media,” terangnya.
Selain media, LSM juga punya peran penting, karena kinerjanya itu hitam putih. Artinya, dia punya otoritas untuk melakukan investigasi sesuai kapasitasnya. Mereka bekerja tidak by design atau pun by order.
”Jadi, apakah ada kesadaran kita untuk melakukan ‘pressure’ atau tekanan-tekanan untuk melakukan fungsi pengawasan. Itu yang membuat penyelenggara Pemilu akan berhati-hati dalam melakukan tugasnya. Pengawasan bukan berarti mendukung salah satu paslon, tapi keberpihakan pada persoalan, transparansi, keadilan, kebenaran, dan keadilan,” katanya.