Lumajang, EDITOR.ID,– Kematian Salim Kancil, aktivis lingkungan yang meninggal setelah dibantai dan dikeroyok sekelompok preman desa karena akan melaporkan mafia di sekitar pertambangan pasir ilegal di Lumajang akhirnya menyeret sejumlah nama petinggi di lingkungan pemerintahan.
Terungkapnya para pemain dan beking di pertambangan pasir ilegal itu dibongkar oleh anggota Komisi III DPR Dossy Iskandar. Politisi Partai Hanura ini mengkritik Bupati Lumajang As’at Malik. Sebagai kepala daerah dia seharusnya bertindak cepat menyikapi penambangan pasir ilegal, yang berbuntut pembantaian Salim Kancil dan penganiayaan Tosan.
Dossy yang ikut kunjungan kerja Komisi Hukum DPR ke Lumajang kemarin, mempermasalahkan mengapa As’at selama ini mendiamkan tambang-tambang ilegal di wilayahnya.
Bahkan, terkait dengan masalah di Selok Awar-Awar, Salim Kancil sudah lama melapor ke As’at, namun tak cepat direspons.
Politikus Partai Hanura asal Surabaya itu terang-terangan menyebut nama pengusaha tambang pasir yang selama ini dikenal dekat dengan banyak pejabat dan aparat di Lumajang, termasuk bupati.
“Saya dengar nama Jinse. Katanya, dia selama ini penerima pasir ilegal dan dekat dengan bupati,” tuding Dossy.
Nama yang disebut Dossy itu belakangan diketahui sebagai Setiadi Laksono Halim. Dia pemilik perusahaan PT Mutiara Halim. Perusahaan tersebut memang pernah menjalin kerja sama terkait pasir dengan Pemkab Lumajang.
As’at tampak tak berkutik atas tudingan legislator Senayan. Dia mengaku selama ini sudah berupaya menertibkan tambang ilegal, namun memang tidak maksimal. Lagi-lagi As’at terkesan melemparkan kesalahan kepada bupati sebelumnya yang digantikannya karena meninggal, Sjahrazad Masdar. Menurut As’at, dirinya baru leluasa bergerak ketika sudah resmi dilantik sebagai bupati.
As’at memang boleh saja berkilah. Namun, dalam kasus Salim dan Tosan, dia sudah menjabat bupati. Warga Selok Awar-Awar sempat melaporkan keberatan soal tambang ke bupati dan DPRD. Namun, tak ada langkah konkret.