Oleh : Edi Winarto
Penulis : Pemerhati Politik
Jakarta, EDITOR.ID,- Skenario politik yang dimainkan para pengambil keputusan “Tingkat Dewa” di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta menarik untuk dicermati dinamikanya dari waktu ke waktu. Pasalnya, petanya sangat dinamis dan konfigurasinya bisa berubah secara cepat dari menit ke menit. Terutama kekuatan partai politik dalam mengawal jago atau calon yang akan dimajukan. Pasalnya tidak ada satupun parpol yang bisa mengajukan calonnya tanpa berkoalisi.
Seperti misalnya kandidat calon yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anies Baswedan. Posisi Anies belum aman benar. Karena kursi yang diperoleh PKS di Pileg DPRD Jakarta belum cukup untuk mengajukan calon secara mandiri. PKS tetap butuh partai lain untuk mengisi kekurangan 4 kursi sebagai syarat untuk mengajukan calon.
Sementara itu di kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) terlihat justru mulai solid. “Koalisi Prabowo” ini mampu menyatukan anggota koalisinya. Berdasarkan parpol yang memiliki kursi di DPRD Jakarta, KIM beranggotakan Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, PSI. Konon kabarnya koalisi yang digalang Golkar dan Gerindra ini sudah menyiapkan calonnya, Ridwan Kamil.
Demikian juga dengan sikap politik PDI Perjuangan. Partai ini terlihat menunggu keputusan tingkat dewa. Kebijakan apa yang akan ditempuh oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Siapa jago yang akan diumumkan oleh Ibu Megawati untuk dicalonkan oleh PDIP. Menunggu dalam waktu dekat ini. Tapi sayup-sayup suara yang menyeruak, PDIP sepertinya mulai melirik mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai jagonya.
Dengan peta politik yang ada, penulis mencoba membuat simulasi dan prediksi konfigurasi koalisi yang akan muncul.
Pertama, koalisi PKS yang mengusung Anies Baswedan-Sohibul Iman.
Kedua, koalisi Indonesia Maju (Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PSI) yang mengusung Ridwan Kamil
Ketiga, PDI Perjuangan yang mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sementara tersisa dua parpol yang belum menentukan sikap, yakni PKB dan Partai NasDem. Kedua parpol ini tampaknya lebih memilih lentur dalam memainkan peran di Pilkada Jakarta.
Baik PKB maupun Partai NasDem lebih suka menunggu bola. Apa opsi menarik yang ditawarkan oleh parpol yang sudah memiliki jagonya. Jika tawarannya tidak menarik maka PKB dan Partai NasDem punya hak menolak. PKB dan NasDem justru lebih fleksibel dan leluasa memilih dan mengarahkan dukungannya pada salah satu kubu.
Dari tiga simulasi ini menariknya kubu PKS dan kubu PDIP belum bisa mengantar kandidatnya maju di Pilgub secara mandiri jika tidak disupport satu parpol lagi.