Jakarta, EDITOR.ID,- Keabsahan dan landasan konstitusi status Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 makin kukuh taat mengikuti ketentuan Undang-Undang Pemilihan Presiden Nomor 7 Tahun 2017. Tak ada lagi yang meragukan dan mempersoalkan status Gibran.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pembina Koalisi Jokowi Tegak Lurus Khairil Hamzah mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Putusan MK sudah tepat sekali dan memenuhi kaidah hukum dan norma hukum tak ada lagi yang diperdebatkan,” papar praktisi hukum dari KHP Law Firm ini dalam keterangannya menyikapi putusan MK soal syarat usia Capres dan Cawapres di Jakarta.
Khairil Hamzah mengingatkan pihak-pihak yang tak puas atas keputusan MK agar tidak menebarkan narasi negatif dan membangun opini.
“Putusan ini sudah final dan mengikat, karena sidang uji formil kali ini disidang oleh majelis hakim yang sangat independen dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan, para hakim menggunakan hati nurani dan landasan konstitusi yang mendasar,” tegas Khairil Hamzah.
Hari ini Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan menolak seluruhnya permohonan Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 terkait pengujian formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (pemilu) sebagaimana dimaknai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dengan demikian, ketentuan mengenai syarat usia capres-cawapres dalam Pilpres 2024 tak berubah.
MK merujuk putusannya dengan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Permohonan ini semula diajukan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yaitu Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
“Mengadili, dalam Provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (16/1/2024)
MK mempertimbangkan dalam mengadili permohonan Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 dengan tidak menyertakan Hakim Konstitusi Anwar Usman. MK pun mengadili perkara permohonan ini dengan mendasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang tentang MK, yaitu tanpa melalui agenda pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan Pihak Terkait.
MK menegaskan putusan MK tidak mengenal adanya putusan yang tidak sah meskipun dalam proses pengambilan putusan yang dilakukan para hakim konstitusi terbukti salah seorang hakim yang ikut memutus perkara tersebut melanggar etik sebagaimana telah ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023 dan Putusan MK Nomor 131/PUU-XXI/2023.