Langkah nyata yang dilakukan UNISBA dalam hal ini, yakni dengan melakukan kolaborasi melibatkan berbagai pihak untuk melakukan edukasi melalui pelatihan-pelatihan yang ringan dan menyenangkan kepada mereka para generasi muda ini, agar apa yang digaungkan tentang hoaks dapat dipahami dengan baik.
“Teman-teman pemilih pemula harus bisa menyaring informasi antara informasi yang benar dan yang salah. Setelah acara ini berakhir, teman-teman akan cerdas dalam menghadapi pemilu,” kata Tresna dalam kegiatan Pelatihan Sekolah Kebangsaan di SMA N 1 Cimahi yang berkolaborasi dengan Fikom Universitas Islam Bandung (Unisba) dan organisasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) melalui program Tular Nalar beberapa waktu lalu.
Caroline Paskarina, Rina Hermawati, dan Nuraeni dalam jurnal ilmiahnya menyatakan, dampak negatif yang ditimbulkan dari penyebaran hoaks ini sangatlah berbahaya, berbagai macam masalah akan timbul jika masyarakat termakan misinformasi (hoaks) ini.
Maka dari itu, kemampuan berfikir masyarakat haruslah terus dirangsang dan ditingkatkan agar dapat memilah dan memilih, benar dan bohong sebuah informasi yang didapatkan.
“Dampak negatif dari penyebaran hoaks yang dapat memicu fragmentasi sosial perlu diantisipasi dengan membangun kemampuan publik untuk melawan hoaks,” tulis Caroline dan beberapa rekannya dalam sebuah jurnal dengan judul ‘Edukasi Anti-Hoax dalam Pemilu Melalui Metode Debunking’ yang diakses dari jurnal Unpad.
Banyaknya penyebaran hoaks menjelang pemilu tidak terlepas dari penggunaan media online, khususnya media sosial. Diketahui juga bahwa penyebaran hoaks juga sangat berkorelasi dengan tingginya pengguna internet di Indonesia.
Oleh sebab itu, para penyebar hoaks lebih mudah menyebarkan berita hoaks mereka di media sosial, yang dimana nantinya berita hoaks tersebut dapat menyebar secara konvensional dari mulut ke mulut dengan jangkauan yang lebih meluas jika kita tidak bisa menyaring sebuah informasi yang dengan baik.