Jika hingga hari ini belum ada partai yang secara resmi bakal memberikan rekomendasinya ke Anies Baswedan tentu hal ini disebabkan belum terpenuhinya “syarat” tersebut. Anies Baswedan bukan orang kaya yang punya modal besar dan tajir untuk maju di Pilkada DKI Jakarta. Anies selama ini hanya diindetikkan sebagai kandidat yang menjual jargon retorika soal integritas dan perubahan.
Sementara untuk memenangkan Pilkada Jakarta butuh dana yang sangat besar. Jika tak punya modal meski punya nama kuat di elektoral tetap masih bisa “ditumbangkan” lawan yang punya modal logistik kuat.
Pertanyaannya, mampukah Anies Baswedan mencari dan meyakinkan “investor” untuk memodalinya maju di Pilgub DKI Jakarta. Publik masih belum lupa dengan kasus “pinjaman modal” yang pernah dilakukan Anies saat maju di Pilgub DKI lima tahun silam ke wakilnya Sandiaga Uno.
Publik beberapa waktu silam sempat dihebohkan oleh munculnya gambar berisikan surat utang Anies Baswedan ke Sandiaga Uno. Surat itu menuliskan bahwa Anies meminjam uang sebanyak Rp 92 miliar saat sedang mengikuti kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 lalu.
Surat pernyataan itu berisi tujuh poin. Pada poin ketiga, Anies mengakui total telah meminjam Rp 92 miliar kepada Sandi yang diberikan dalam tiga tahap peminjaman.
Hal itu diakui sendiri oleh Anies Baswedan bahwa dirinya pernah berutang saat maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Kala itu dia berhadapan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Kesimpulannya baik kandidat calon Gubernur maupun partai politik, termasuk Anies Baswedan sedang melakukan marketing politik atau ibarat jual saham sedang melakukan beauty contest untuk menarik minat investor memodali mereka maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta.
Kita tunggu saja siapa kandidat calon Gubernur yang memiliki persiapan matang untuk mengarungi pertarungan meraih simpatik dan suara rakyat DKI Jakarta.