Mengenang Munir, Membumikan Keberanian Advokat!

Oleh : Muhamad Daud Berueh

Penulis : Advokat pada Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh periode 2016-2021.

Seorang advokat itu bernama Munir, yang dibunuh dengan racun arsenik pada 7 September tahun 2004 di udara dalam penerbangan pesawat tujuan Jakarta – Amsterdam ketika akan melanjutkan kuliah di Belanda.

Rekam jejaknya di dunia penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) telah menginspirasi banyak orang. Munir mulai menapaki kiprahnya dalam pendampingan hukum bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan hingga akhirnya mendirikan organisasi HAM bernama KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) pada bulan Maret tahun 1998.

Membela Hak-Hak Pekerja

Munir banyak melakukan pembelaan terhadap hak-hak pekerja. Salah satu kasus yang Fenomenal adalah pembunuhan terhadap Marsinah tahun 1993

Marsinah adalah pahlawan buruh, ia seorang pekerja perempuan yang aktif menyuarakan hak-hak pekerja melalui pelbagai unjuk rasa agar perusahaan memberikan kesejahteraan sebagaimana mestinya kepada para pekerja.

Kemudian tahun 1998 bersama KontraS lembaga HAM yang ia dirikan, Munir terlibat aktif dalam melakukan advokasi atas peristiwa Pelanggaran HAM berat (korban rezim Orde Baru).

Mulai dari kasus Penculikan aktivis 1997-1998, penembakan mahasiswa di Trisakti, Semanggi 1998 & Semanggi II 1999, Tanjung Priok 1984, Talangsari Lampung 1989, Peristiwa kerusuhan Mei 1998, pelanggaran HAM di Aceh, Papua dan pelbagai peristiwa lainnya.

Kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah disuarakan oleh Munir mendapatkan simpati dan dukungan yang luar biasa baik ditingkat lokal, nasional hingga internasional.

Mulai dari Kasus Penculikan aktivis 1997-1998 yang melibatkan aktor keamanan hingga Peristiwa Tanjung Priok 1984 dan Peristiwa Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat tahun 1999 dibentuk Pengadilan HAM Ad Hoc melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2004-2005 berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM dua peristiwa tersebut patut diduga peristiwa pelanggaran HAM yang berat sebagaimana Undang – Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Keberanian Munir

Keberanian Munir tumbuh dalam lingkungan keluarga dengan prinsip sederhana yang ditanamkan oleh Suciwati, istrinya : “risiko tertinggi bagi orang hidup adalah mati. Segalanya serba tak pasti salah hidup ini, satu-satunya yang pasti adalah kematian.”…

Dari prinsip sederhana ini-lah Munir memiliki keberanian dalam menegakkan hukum dan HAM ketika melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: