EDITOR, Jakarta,- Mahkamah Agung atau MA mengabulkan permohonan gugatan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang salah satu isinya melarang mantan terpidana koruptor maju sebagai calon anggota legislatif.
Juru bicara MA, Suhadi, mengatakan MA sudah memutuskan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator, bertentangan dengan undang-undang.
“Sudah diputuskan kemarin, 13 September 2018. Dikabulkan permohonannya dan dikembalikan kepada undang-undang. Jadi napi itu boleh mendaftar sebagai caleg asal sesuai ketentuan undang-undang dan putusan MK,” ujarnya kepada wartawan pada Jumat, (14/9/2018)
Suhadi menjelaskan majelis hakim mengabulkan gugatan pemohon karena Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam beleid tersebut tidak tercantum bahwa mantan koruptor dilarang maju menjadi calon legislatif (caleg).
Selain itu, PKPU 20/2018 dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 71/PUU-XIV/2016 yang membolehkan mantan narapidana menjadi caleg sepanjang telah mengumumkan kepada publik bahwa dirinya adalah mantan terpidana.
“Ya itu, karena bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi,†terangnya.
UU Pemilu secara eksplisit tidak melarang mantan napi koruptor ikut kontestasi Pileg 2019. Sementara dalam Pasal 4 PKPU 20/2018 menyebutkan partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Lalu, pada pasal 6 dicantumkan bahwa pimpinan partai politik (parpol) sesuai dengan tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas tidak akan mencalonkan tiga eks terpidana itu.
Beberapa nama yang mengajukan gugatan tersebut adalah mantan anggota DPR Wa Ode Nurhayati dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M. Taufik.
Larangan eks napi korupsi menjadi caleg menuai polemik saat KPU menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator. KPU mencoret bakal calon legislator yang diajukan partai politik jika terbukti pernah terlibat kasus-kasus tersebut.
Peraturan tersebut kemudian digugat ke MA. Suhadi menjelaskan, pertimbangan MA mengabulkan gugatan para termohon tersebut karena bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.
Adapun Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, “Bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.†(tim)