EDITOR.ID ? Jember, Merasa dirugikan oleh pihak PTPN X, M. Alwi warga Dusun Ajung Kresek Desa Pancakarya Kecamatan Ajung Kabupaten Jember yang juga merupakan salah satu tokoh perjuangan kasus sengketa agraria antara PTPN X dan warga masyarakat desa Jenggawah Kabupaten Jember berencana akan mengadukan masalah yang dihadapinya kepada Presiden Joko Widodo dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Menurut penuturan Alwi pada Editor.ID Senin (5/7/2021), permasalahan ini bermula ketika tanah seluas 250 meter persegi yang terletak di Dusun Curah Arum Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember yang diklaim sebagai tanah warisan keluarga dan sudah dikelola turun temurun oleh leluhurnya diambil oleh pihak PTPN X pada tahun 1971.
“Karena tanah milik saya ini direbut oleh PTPN X pada tahun 1971, tanah ini dulu milik ayah saya Miarsa dan digarap mulai tahun 1950an, kemudian dikuasai oleh PTPN X pada tahun 1971, pada tahun 1993 tanah ini kembali dikuasai oleh saya pada saat ramai konflik perebutan tanah Jenggawah antara masyarakat Jenggawah dengan PTPN X. Setelah kasus tanah Jenggawah selesai kemudian tanah tersebut saya sewakan kepada saudara saya ibu sofyati” jelas Alwi.
Beberapa waktu yang lalu tanah tersebut saya tanami pisang, setelah kejadian tersebut datang pihak keamanan PTPN X bersama pihak kepolisian yang menanyakan surat surat hak atas tanah, dan pada waktu itu dari pihak PTPN X menawari saya untuk bekerja sama dan bekerja di PTPN X, tetapi karena merasa mendapat intimidasi dari pihak PTPN X saya menolak kerjasama tersebut.
Kemudian beberapa hari setelah kejadian tersebut tanaman pisang yang saya tanami dibabati oleh orang yang tidak saya kenal dan dilakukan pada malam hari.
Seperti diketahui Kasus Tanah Jenggawah adalah kasus tanah yang terjadi di Desa Jenggawah, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember sekitar tahun 1970-an.
Lahan-lahan petani hasil membuka hutan, sebagian diklaim menjadi tanah Hak Erfpacht perkebunan swasta Belanda bernama NV Landbouw Maatschappij Oud Jember (LMOD).
Hak Erfpacht sendiri adalah hak untuk mengusahakan tanah untuk perkebunan pada masa kolonial Belanda berdasarkan UU Agraria Belanda (Agrarische Wet). Pemegang hak ini adalah orang-orang Eropa dan Timur Asing.
Setelah Indonesia merdeka, tanah-tanah petani seluas 3.274 hektar diambil alih PTP XXVII (saat ini menjadi PTPN X) untuk perkebunan tembakau. Hal ini dilakukan tanpa persetujuan petani. Setelah SK Hak Guna Usaha diperoleh pada 1970, PTP memaksa petani menyerahkan petok pajak atas tanah garapannya. Masyarakat dijanjikan mendapat sertifikat tanah.
Perlawanan petani untuk mengembalikan hak atas tanah ini dihambat dengan tindak kekerasan, intimidasi, dan penyiksaan yang dilakukan tentara dan polisi. Tujuh tokoh petani dipenjara pada tahun 1979 dan beberapa petani lagi dipenjara pada tahun 1981-1983.
Para mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Jember mulai terlibat pada pembelaan petani Jenggawah pada sekitar tahun 1990an saat dimulainya perjuangan tanah Jenggawah tahap 2.
Pada era itu, perjuangan petani Jenggawah mulai menemui titik terang dengan dilepaskannya sebagian tanah PTPN X.