Semmy menambahkan, ransomware yang menyerang ini merupakan jenis baru. Hal tersebut membuat penanganan pemulihan PDN jadi lambat. Selain itu, dikatakan juga bahwa pelaku serangan ransomware meminta tebusan sebesar USD 8 juta atau berkisar Rp 132 miliar lebih.
“Jadi memang jalan ke sana (meminta tebusan). Mereka (penyerang ransomware) minta tebusan USD 8 juta. Indikasi serangan pada Rabu (20/6) subuh. Kita telusuri dan temukan untuk masalah investigasi. Namanya juga varian baru, jadi kita perlu berkoordinasi dengan baik dan luar negeri,” tandas Semmy.
Ransomware merupakan istilah yang mencakup jenis-jenis malware tertentu yang menyerang sistem data. Pelaku biasanya meminta sejumlah uang tebusan dan mengancam membobol atau menghapus data di web yang diretasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN Hinsa Siburian mengatakan setelah mengetahui kejadian di PDNS Surabaya pada 20 Juni 2024, dia langsung mengerahkan tim ke lokasi. Tujuannya, kata dia, guna membantu Kominfo dan Telkom Sigma yang mengelola PDNS.
“Jadi data-data ini disimpan di pusat data sementara. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan data internasional, pusat data nasional yang sekarang masih belum selesai. Jadi karena kebutuhan untuk proses bisnis, proses jalannya pemerintahan, maka dibuatlah oleh Kominfo pusat data sementara yang ada di Jakarta dan di Surabaya. Yang mengalami insiden ini adalah pusat data sementara yang berada di Surabaya,” kata Hinsa. (tim)