Besarnya kuantitas kelompok pemilih muda, kata Heri, membuat partisipasi kelompok generasi milenial dan generasi Z sangat diperlukan.
“Untuk itu, kami perlu mendorong agar masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial, penyebaran informasi yang positif, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak berlebihan dalam mendukung pasangan calon,” kata Heri.
Implementasi tiga tindakan tersebut juga dapat mengantisipasi timbulnya berbagai gejolak yang berpotensi menimbulkan polarisasi di masyarakat, seperti terjadi pada Pemilu 2019.
Selain penyebaran hoaks, Heri menyebut beberapa hal lain juga berpotensi terjadi selama periode kampanye yang dapat mengganggu tahapan Pemilu 2024.
“Dalam proses kampanye ini, banyak potensi kerawanan yang dapat mengganggu jalannya proses demokrasi, salah satu isu yang cukup menonjol adalah adanya penyebaran berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, dan barangkali kampanye hitam,” ujar Heri.
Dirinya menambahkan, bahwa dalam berdemokrasi yang penting, kata dia masyarakat jangan sampai terpecah dan larut dalam kebencian.
“Itu kan beda pendapat saja. Kalau beda pendapat, beda pilihan itu beda referensi gapapa itu dinamika biasa. Apalagi demokrasi membolehkan berbeda pendapat. Kalau buat kami yang gak boleh itu hoax, fitnah, ujaran kebencian, dan merendahkan martabat orang lain,” pungkasnya. (tim)