Khofifah dan Sulitnya Menangani Covid-19 di Jawa Timur

khofifah dan sulitnya menangani covid 19 di jawa timur

Oleh: Dewangga Evan
Penulis Adalah Mahasiswa Fisip UWK Surabaya

dewangga evan khofifah dan sulitnya menangani covid 19 di jawa timur
dewangga evan khofifah dan sulitnya menangani covid 19 di jawa timur

EDITOR.ID, Pandemi covid-19 masih menjadi masalah krusial bagi seluruh dunia, begitu juga bagi Provinsi Jawa Timur. Dengan jumlah penduduk 40 juta lebih dan didominasi banyak yang tinggal di kabupaten dan desa, maka Covid-19 sulit untuk ditracking secara menyeluruh dan juga kurangnya faskes yang menandakan sebenarnya Jawa timur rawan sekali terkena gelombang Tsunami pandemi Covid-19 ini.

Sejak Mei 2020, Jawa timur menduduki peringkat nomor 2 kasus terinfeksi oleh virus covid-19 dengan jumlah sebanyak 2,998. Lalu pada Juni 2020 kematian akibat pandemi covid-19, Jawa timur menduduki peringkat tertinggi dengan kematian sebanyak 553 jiwa. Provinsi Jawa Timur juga menjadi Provinsi tertinggi terjangkit covid-19 pada Juni 2020 sebanyak 11,508 orang. Pada akhir tahun 2020, rasio kematian akibat pandemi covid-19 di Jawa Timur telah melebihi kematian rata-rata nasional sebesar 7,17%.

Memasuki tahun 2021, pada bulan Februari, kematian akibat covid-19 di Jawa timur sendiri masih memimpin diantara provinsi yang lain, sebesar 7,1%. Data terbaru, Mei 2021 Kematian akibat pandemi covid-19 di jawa timur tembus sebanyak 10,676 Jiwa.

Dari data di atas memperlihatkan pemerintah provinsi yang dinahkodai oleh Khofifah ini sangat kurang sigap dan tidak cepat tanggap menghadapi masa pageblug, ketimpangan peraturan antara pemerintah provinsi dan pusat, provinsi dan kota/kabupaten lalu juga sempat dibumbuhi drama Ibu-Ibu antara mantan Walikota Surabaya yang sekarang menjabat sebagai Menteri sosial, Tri Risma Harini dengan Khofifah perihal alat bantu tes PCR.

Ini menjadi masalah besar bagi pemerintah Provinsi Jawa timur. Ditambah ketidakadilan peraturan yang dikeluarkan disaat mudik tahun ini seperti memperbolehkan santri pulang ke daerah asal, namun warga biasa tidak diperbolehkan dengan adanya peraturan pengetatan wilayah.

Pada akhirnya pengetatan wilayah memang tidak memberikan dampak bagus untuk penanggulangan Covid-19 di Jawa Timur, ini hanya sebatas gimmick pemerintah provinsi agar terlihat menciptakan peraturan yang sejatinya tidak memberikan dampak apapun.

Harus ada ketegasan dari Khofifah sebagai pemimpin Jawa Timur untuk menciptakan peraturan yang adil dan bijak agar pandemi bisa ditekan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: