Keuangan Perusahaan Media Milik Keluarga Bakrie Kian Memburuk, Terancam Pailit Akibat Utang Rp8,79 Triliun

Di pasar modal, saham Viva tak diperdagangkan karena ada pelanggaran. VIVA pun terkena sentimen buruk. Sejak Juli 2024, grafik saham VIVA tak bergerak. Datar di level 0. Dalam laporan majalah Tempo edisi Senin, 7 Oktober 2024, Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan saham VIVA, antara lain karena belum menyampaikan laporan keuangan teraudit periode 2023.

Ilustrasi

Jakarta, EDITOR.ID,- Kondisi keuangan perusahaan media milik keluarga Aburizal Bakrie dan sejumlah anak perusahaan semakin terus memburuk. Perusahaan menghadapi masalah utang sebesar Rp8,79 triliun. Bahkan terancam akan dipailitkan. Saat ini ada 12 kreditor menagih hutang sebesar Rp8,79 triliun kepada empat perusahaan media keluarga Bakrie.

Empat perusahaan media keluarga Aburizal Bakrie yang terlilit utang Rp8,79 triliun itu adalah PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV), dan PT Lativi Mediakarya (tvOne). Jika tenggat penyelesaian utang melalui PKPU terlampaui, PT Visi Media Asia Tbk atau VIVA Grup bakal dipailitkan.

Ke 12 kreditur sedang menunggu rapat mediasi usai penetapan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Majelis Hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan waktu hingga 4 November kepada VIVA untuk bernegosiasi dengan para kreditur.

Sementara di pasar modal, saham Viva tak diperdagangkan karena ada pelanggaran. VIVA pun terkena sentimen buruk. Sejak Juli 2024, grafik saham VIVA tak bergerak. Datar di level 0. Dalam laporan majalah Tempo edisi Senin, 7 Oktober 2024, Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan saham VIVA, antara lain karena belum menyampaikan laporan keuangan teraudit periode 2023.

Dalam laporan keuangan konsolidasian interim VIVA terakhir pada 30 September 2023, perusahaan ini mencatatkan pendapatan sebesar Rp 906 miliar alias turun dari periode sebelumnya, yaitu Rp 1,32 triliun. Dari Rp 906 miliar itu, beban usaha perusahaan pun lebih tinggi, yaitu Rp 1,14 triliun.

Beban usaha terbesar VIVA berasal dari operasional perusahaan yang meliputi gaji karyawan, jasa profesional, transportasi, air, listrik, dan sejenisnya sebesar Rp 630,2 miliar. Walhasil, pada triwulan III atau 30 September 2024, VIVA mencatatkan rugi Rp 239 miliar.

Kondisi tersebut setali tiga pada 2022. Pada periode tersebut, VIVA malah membukukan rugi sebesar Rp 1,71 triliun. Jumlah ini membengkak sekitar 93,19 persen secara tahunan dari 2021 sebesar Rp 883,12 miliar. Pada periode ini, VIVA juga mencatatkan defisiensi ekuitas sebesar Rp 1,58 triliun atau meningkat dari total Rp 617,33 miliar di 2021.

Pendapatan VIVA pun juga menurun 6,26 persen pada 2022. Pada 2022, VIVA mencatatkan pendapatan usaha Rp 1,69 triliun, sedangkan di 2021 sebesar Rp 1,81 triliun. Penyebabnya ialah pendapatan dari sektor iklan yang turun 7,63 persen. Pada 2022, VIVA hanya mendapat Rp 1,65 triliun, sementara di 2021 sebesar Rp 1,79 triliun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: