Ketua Pengawas ASPIBI Soal Dua Tahun Tak Bayar Pajak Dokumen Kendaraan Dihapus

Artinya, penghapusan data kendaraan bisa dilakukan apabila STNK atas suatu kendaraan sudah mati namun tidak lagi dibayarkan pajaknya sepanjang dua tahun berturut.

Jakarta, EDITOR.ID,- Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Developer Kripto dan Blockchain Indonesia (Aspibi) Dr Urbanisasi SH MH CLA meminta pemerintah memperhatikan kondisi ekonomi yang dihadapi masyarakat ditengah resesi dunia saat ini. Jangan kemudian membuat kebijakan yang isinya membebani rakyat secara ekonomi.

Pernyataan Dr Urbanisasi menanggapi kebijakan Samsat yang akan menghapus registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor kepada pemilik yang tidak membayar pajak selama dua tahun atau tidak melakukan registrasi ulang setelah masa berlaku STNK habis.

Wacana penghapusan data Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sedang dalam tahap pengkajian dan sosialisasi sebelum diberlakukan.

Korlantas Polri menyatakan bakal mengimplementasian aturan penghapusan data Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) yang mati selama dua tahun berturut dalam waktu dekat.

Aturan itu sudah termaktub dalam pasal 74 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dengan ini, kendaraan yang tidak bayar pajak suratnya tak akan bisa diurus lagi alias bodong.

Kebijakan ini akan disosialisasikan ke masyarakat dulu bahwa ada aturan di Pasal 74 tentang Itu bisa dihapus apabila STNK 5 tahun mati kemudian 2 tahun dia tidak bayar pajak lagi, itu dapat dihapuskan datanya.

Artinya, penghapusan data kendaraan bisa dilakukan apabila STNK atas suatu kendaraan sudah mati namun tidak lagi dibayarkan pajaknya sepanjang dua tahun berturut.

Terkait kebijakan ini Urbanisasi meminta pemerintah seharusnya memberikan recovery kondisi ekonomi menengah ke bawah terlebih dahulu. Baru kemudian disosialisasikan program kebijakan tersebut.

“Hal ini tentu akan jauh lebih mendidik masyarakat kita ditengah kesulitan saat ini,” ujar Doktor hukum dari Program Pasca Sarjana Universitas Tarumanagara ini.

Selain itu, lanjut Urbanisasi, pemerintah juga harus melihat indikator kesejahteraan masyaratnya,

“Jangan sampai semua lalu dipukul rata, tingkat perkembangan kesejahteraan mesti diukur juga dengan mengukur perbandingannya antar provinsi maupun daerah tempat tinggal perkotaan dan pedesaan,” papar Urbanisasi.

Artinya ketika peraturan dibuat mesti mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakatnya demi kelangsungan hidup masyarakat.

“Bukan menambah beban dan masalah.Sementara rakyat bergulat dengan kebutuhan pangan ditambah beban biaya pendidikan kesehatan dll toh bila telat bayar pajak kendaraan bermotor, pemerintah tetap mengenakan denda pajak. Dan itu obyektive,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: