Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto ketika melakukan olah raga jalan kaki bersama di Istana Bogor beberapa waktu silam (Foto: Biro Pers Setneg)
EDITOR.ID, Jakarta,- Ambisi Partai Golkar untuk memburu kekuasaan tak tertahankan. Meski baru bergabung ke koalisi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) partai warisan Orde Baru ini sudah berani menagih “jatah” posisi Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk disandingkan dengan calon presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) pada Pilres 2019 mendatang.
Meski baru bergabung di koalisi pemerintahan, partai beringin sudah terang-terangan mendesak Jokowi segera menetapkan Ketua Umum (Ketum) Gokar Airlangga Hartarto (AH) untuk posisi Cawapres. Airlangga dinilai figur yang tepat mendampingi Jokowi. Menteri Perindustrian ini juga punya pengalaman banyak, baik di legislatif, eksekutif maupun sebagai pengusaha.
“Kami berharap segera ditetapkan. Ini supaya mesin partai sudah mulai bekerja. Supaya sosialisasi pasangan juga bisa dilakukan lebih awal,” kata Ketua Korbid Pemenangan Pemilu Indonesia Timur Melkias Marcus Mekeng saat dihubungi Minggu (27/5/2018).
Ia menjelaskan penetapan Airlangga sebagai cawapres bukan tanpa alasan. Golkar adalah partai pemenang pemilu kedua pada Pemilu 2014 dengan suara 14,5 persen. Sebagai pemenang nomor dua, sudah sepantasnya mendapat tiket cawapres.
Alasan lainnya, desakan masyarakat terutama di Indonesia Timur terus menguat yang menginginkan Airlangga sebagai cawapres.
Dalam setiap kunjungannya di wilayah Timur Indonesia, mereka menginginkan Jokowi-Airlangga berpasangan karena terbukti bisa bekerja sama sebagaimana ditunjukkan dalam Kabinet Kerja.
“Indonesia Timur adalah basis utama Golkar. Bagi mereka, hanya Airlangga yang dianggap layak mendamping Jokowi. Kedekatan Jokowi dan Airlangga sudah pas untuk keduanya disandingkan,” ujar Mekeng yang juga Ketua Fraksi Golkar di DPR.
Dia yakin penetapan Airlangga sebagai cawapres dapat meningkatkan elektabilitas Jokowi. Dia pun optimistis pasangan ini bisa memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
“Kami tidak asal jualan. Karena kami yakin, makanya didorong segera tetapkan AH sebagai Cawapres,” kata Ketua Komisi XI DPR ini.
Berdasarkan catatan sejarah Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung tiga kali di Indonesia, Partai Golkar tidak pernah sukses mengantar calon yang diusungnya memenangkan Pilpres. Namun partai ini selalu menikmati dan berada di pusat kekuasaan.
Pada 2004 Golkar mengusung pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid, namun pasangan ini gagal meraih kemenangan. Bahkan terpuruk perolehan suaranya.
Pada 2009, Golkar kembali mengajukan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto sebagai Capres, namun lagi-lagi Golkar gagal memenangkan pasangan ini.
Demikian juga pada 2014 saat mengusung Prabowo-Hatta Rajasa, lagi-lagi Golkar gagal menempatkan calonnya sebagai Presiden.
Yang menarik dari catatan sejarah Pilpres, Golkar sering main di “dua kaki”. Pada Pemilu 2004 meski mengajukan pasangan Wiranto-Salahudin, namun sebagian kader Partai Golkar berada di kubu SBY-Jusuf Kallla.
Demikian juga di tahun 2009, ketika Partai Golkar mengusung Jusuf Kalla-Wiranto, sebagian kadernya juga mendukung SBY-Boediono dan sebagian mendukung Mega-Prabowo yang saat itu Akbar Tanjung ada di belakangnya.
Dan pada Pilpres terakhir 2014, meski Golkar mengusung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa, namun partai ini terpecah. Sebagian justru mendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Karena sebagai mantan Ketum, Jusuf Kalla punya banyak kader di partai beringin ini. (tim)