Jaminan Barang dan Kendaraan Dalam Perjanjian Kredit Tidak Bisa Dieksekusi Jika Tidak dibuatkan Akta Notaris Dalam Perjanjian Resmi Fidusia sesuai UU Fidusia. Maka barang atau kendaraan Jaminan tersebut Menjadi Masalah Jika Pembayaran Kreditnya Macet. Karena Barang tersebut Tidak Dapat Dieksekusi.
Oleh : Adv Dr Urbanisasi SH SiP MH Dip.Th CLA CIL
Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta
Direktur LBH Garuda Jakarta
Seringkali dalam membuat perjanjian hutang piutang, terutama dalam pembelian dengan sistem mencicil atau kredit tidak dibuatkan akta perjanjian hutang piutang dihadapan Notaris. Banyak yang tidak memahami pentingnya membuat perjanjian Fidusia.
Karena jika kita tidak meremehkan masalah ini. Dalam melakukan perjanjian pembelian barang atau kendaraan dengan cara mencicil tidak dibuatkan dengan akta notaris dan didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia alias dibuat dibawah tangan akan berdampak menimbulkan masalah atau sengketa hukum di kemudian hari. Jika barang atau kendaraan yang dibeli dengan cara dikredit tersebut mengalami kredit macet.
Pengertian akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-pihak dimana pembuatannya tidak dilakukan di depan dan disaksikan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang (notaris, PPAT dll).
Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna.
Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna.
Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan.
Apakah sah dan memiliki kekuatan bukti hukum suatu akta di bawah tangan?
Menurut pendapat saya sah-sah saja digunakan asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut.
Dalam prakteknya,di kampung atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum dikuatkan lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang piutang.
Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada pejabat yang berwenang.
Prakteknya lembaga pembiayaan menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal motor atau mesin industri) kemudian diatasnamakan konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman).
Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia.