EDITOR.ID, Jakarta,- Presiden Joko Widodo mendadak membatalkan vaksin berbayar. Padahal BUMN PT Kimia Farma selaku pelaksana telah menyiapkan 1.300 gerainya untuk melayani masyarakat. Kenapa Presiden Jokowi membatalkan?
Ternyata alasannya ini. Pertama, sejak awal Presiden Joko Widodo tetap berkomitmen bahwa vaksinasi Covid-19 untuk rakyat digelar secara gratis dan tidak boleh ada yang membayar. Hal inilah yang terus menjadi komitmen Presiden Jokowi.
“Presiden menetapkan, tidak ada vaksin berbayar, semua vaksinasi gratis untuk rakyat. Sejak awal kebijakannya begitu. Semula ide vaksin berbayar muncul karena ledakan Covid varian Delta,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) melalui akun Twitter-nya, Sabtu (17/7).
Yang kedua, timbul kesan ada reaksi penolakan keras dari publik saat Menteri BUMN mengumumkan ada layanan vaksin berbayar yang dilakukan klinik milik PT Kimia Farma.
“Tapi timbul reaksi penolakan yang keras. Menampung aspirasi itu, Presiden melarang program vaksinasi berbayar,” sebut Mahfud.
Mahfud MD menjelaskan ide vaksin Covid-19 berbayar semula muncul lantaran terjadi ledakan Covid-19 Varian Delta di Indonesia dan RI kekurangan vaksinator untuk memenuhi antusiasme warga dalam mendapatkan vaksin.
Saat terjadi ledakan, ia mengatakan, pemerintah terus menggencarkan vaksinasi, tapi terkendala lantaran ketersediaan vaksin tidak diimbangi dengan tenaga vaksinator.
Ia menyebut, petugas dari unsur TNI, Polri, BIN telah turun tangan melatih vaksinator dan turun ke rakyat, tapi tetap tidak sanggup memenuhi antusiasme masyarakat.
“Tetap banyak yang tak terlayani, banyak yang sudah antre tapi tak bisa terlayani saking banyaknya. Muncul ide dari swasta yang akan membelikan untuk karyawannya dan menyelenggarakan vaksinasi sendiri,” kata dia.
Mahfud mengatakan, semula swasta akan menggelar vaksinasi dan mencetak vaksinator sendiri, sehingga industri dan sektor-sektor esensial bisa bekerja, tanpa APBN dan vaksin dari pemerintah. Sehingga munculah wacana vaksinasi mandiri atau vaksin gotong royong atau vaksin berbayar.
Namun belakangan, tepatnya pada Jumat (16/7) kemarin, kebijakan ini secara resmi telah dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya, pemerintah berencana membuka jalur vaksin berbayar mandiri lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Vaksin yang akan digunakan semula adalah Sinopharm, yang merupakan jenis vaksin yang diperuntukkan untuk vaksinasi Gotong Royong.
Vaksin berbayar akan memanfaatkan jaringan klinik yang dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebanyak 1.300 klinik yang tersebar di Indonesia.
Pemerintah mematok harga Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.
Belakangan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Jokowi membatalkan vaksin berbayar itu.
Pramono mengatakan keputusan itu diambil setelah Jokowi mendapatkan masukan dan respons dari masyarakat
“Presiden telah memberi arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semua dibatalkan dan dicabut sehingga semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan,” kata Pramono dalam keterangan pers melalui Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (16/7).
Pramono mengatakan vaksinasi Gotong Royong tetap digelar lewat mekanisme perusahaan, di mana perusahaan yang akan menanggung biaya vaksinasi bagi seluruh karyawannya. (tim)