EDITOR.ID, Jakarta,- Mahkamah Agung (MA) membebaskan mantan Dirut PLN, Nur Pamudji dari vonis hukuman 7 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi dalam kasus korupsi Rp 173 miliar. MA menilai perbuatan yang dilakukan Nur Pamudji adalah perbuatan perdata, bukan pidana.
“Kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa kabul. Batal judex factie. MA mengadili sendiri ontslag,” kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro sebagaimana dilansir dari detikcom, Senin (19/7/2021).
Lepasnya Nur Pamudji diketok oleh majelis kasasi yang diketuai Suhadi dengan anggota Prof Abdul Latief dan Prof Krisna Harahap. Adapun panitera pengganti adalah Murganda Sitompul.
Dinyatakan Korupsi Divonis 7 Tahun Penjara
Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Nur Pamudji dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menambah vonis hukuman kepada mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji menjadi 7 tahun penjara setelah Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding.
Hakim menilai Nur Pamudji terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) PT PLN pada 2010.
Sidang vonis ini dilaksanakan pada Senin (13/7/2020). Ada pun hakim yang mengadili perkara adalah Muhamad Sirad selaku hakim ketua, serta Suparman Nyompa dan Titi Sansiwi sebagai anggota.
“Nur Pamudji terbukti Pasal 3, pidana penjara 6 tahun denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata Jaksa Yanuar Utomo saat dikonfirmasi, Rabu (15/7/2020).
Hakim menilai Nur Pamudji terbukti melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Barang bukti uang sebesar Rp173 miliar dirampas untuk negara.
Putusan tersebut diwarnai dissenting opinion dari hakim anggota Suparman Nyompa. Yanuar menerangkan dissenting opinion yang diajukan Suparman secara garis besar adalah yang bersangkutan memandang seharusnya terdakwa Nur Pamudji mendapat penghargaan karena telah berhasil melakukan penghematan dalam pengadaan BBM jenis HSD pada PT PLN.
Dari penghematan tersebut, lanjut Yanuar, hakim Suparman berpendapat tidak ada kerugian keuangan negara.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU yang menghukum Nur Pamudji selama 8 tahun penjara dan merampas aset Rp173 miliar untuk negara.
Pengadaan BBM PT PLN
Nur Pamudji disebut memerintahkan panitia pengadaan PT PLN untuk memenangkan Tuban Konsorsium dari PT TPPI menjadi pemasok BBM jenis HSD tersebut untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan di pengadaan PT PLN tahun 2010. Perintah itu pun berjalan mulus dengan Tuban Konsorsium sebagai pemenang.
Padahal Tuban Konsorsium dianggap tidak laik dan tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pemenang lelang. Kontrak pun ditandatangani pada 10 Desember 2010 sampai dengan 10 Desember 2014.
Pada akhirnya Tuban Konsorsium tidak dapat memenuhi pasokan BBM jenis HSD di PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan sesuai perjanjian. Akibatnya PLN pun mengalami kerugian dan harus membeli dari pihak lain dengan harga lebih tinggi dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium.
Akibat perbuatan Nur Pamudji, negara dirugikan hingga Rp188 miliar lebih. Saat kasus ini terjadi, ia masih menjabat Direktur Energi di PLN
Sebagaimana diketahui, kasus itu terjadi pada 2010. Kala itu, Nur Pamudji adalah Direktur Energi Primer PLN. Pada 2012, Nur Pamudji menjadi Dirut PLN.
Ada Honggo Wendratno di PLN Yang Pernah Bobol BP Migas
Saat itu, dilakukan pengadaan barang yang dilakukan PLN untuk BBM jenis High Speed Diesel (HSD) demi memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga gas dan uap di Muara Tawar, Tambak Lorok, Gresik dan Grati, Belawan, serta Tanjung Priok dan Muara Karang.
Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengetahui rencana PLN tersebut. Lalu Honggo melakukan perbuatan sedemikian rupa dengan maksud agar PT TPPI bisa menjadi rekanan PLN untuk memasok BBM jenis HSD. Namun rangkaian perbuatan itu membuat PLN jebol ratusan miliar rupiah.
Pada 2015, kasus ini dibidik Mabes Polri dan Nur Pamudji jadi tersangka. Setelah bertahun-tahun berkas disidik Mabes Polri, akhirnya kasus ini masuk ke PN Jakpus.
Pada 13 Juli 2020, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Nur Pamudji karena dinilai korupsi secara bersama-sama. Di tingkat banding, Nur Pamudji diperberat hukumannya menjadi 7 tahun penjara.
Lalu siapakah Honggo?
Honggo adalah koruptor yang membobol dana BP Migas Rp 37 triliun dengan dalih untuk menyehatkan PT TPPI. Honggo kabur hingga hari ini. Dalam sidang in absentia di PN Jakpus, Honggo dihukum 16 tahun penjara. Dalam kasus itu, eks Kepala BP Migas Raden Priyono dihukum 12 tahun penjara. Adapun mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono juga dihukum 12 tahun penjara. (tim)