Habib meminta tokoh agama terus menyebarkan nilai agama yang sejuk dan damai. “Jangan sampai yang muncul dan ngomong terus mereka yang menebarkan rasa kebencian mengatasnamakan agama,” sambung Habib.
Dengan banyaknya ulama yang menyampaikan pesan sejuk dan damai diharapkan yang akan terpengaruh aliran radikal dan ekseklusif bisa minimal sadar dan mau berubah. “Piye caranya mengubah pikiran keras menjadi lunak, jangan justru yang banyak ngomong tokoh yang memprovokasi dan membuat yang sudah lunak menjadi keras,” paparnya.
Kenapa banyak masyarakat mudah terpapar paham radikalisme? tanya wartawan EDITOR.ID. Habib Masturi mengatakan penyebabnya adalah dominannya kelompok berpaham radikal dalam menebarkan ajaran mereka secara massif baik melalui kelompok kajian, pengajian dan media sosial.
“Yang banyak ngomong dalam forum kajian dan medsos yang berpaham ekseklusif, ulama yang sejuk dan damai jarang diberi kesempatan mendekati umat, ibarat beras kosong yang mengisi pemahaman agama dikuasai versi mereka, kelompok ekseklusif itu,” aku Habib.
Namun bagi masyarakat yang benteng agamanya kuat dan utamanya lulusan Pondok Pesantren maka ia sulit dipengaruhi oleh kelompok ini. Mereka hanya kuat mengagitasi dan mencuci otak umat yang pemahaman agamanya kurang. Namun kalau anak-anak Pondok mereka kalah cerdas dalam referensi agama.
“Karena pemahaman agama para santri di Pondok itu lebih pintar daripada mereka dalam menyampaikan argumentasi dan dalil penafsiran Kitab,” kata mantan Bupati Boyolali ini.
Ibarat gelas, para ulama dan santri alumni Pondok ini sudah penuh air (baca:ilmu agama,red). “Jadi mau dirayu atau dipengaruhi apapun ga mempan, sudah enam tahun terakhir saya bergaul dengan orang-orang HTI mereka mencoba mempengaruhi saya, tapi ngaji saya Khatam, ilmu agama juga tak kalah, saya banyak membuat buku tentang ajaran ketauhidan, buat apa saya mengikuti mereka,” kata Habib Masturi.
Yang membuat Habib Masturi sedih, orang-orang yang menebarkan ajaran HTI ini justru datang dari oknum PNS dan ASN. Habib Masturi mensinyalir penyebaran ajaran ini berlangsung massif dan jumlah yang terpapar paham radikalisme tiap waktu terus bertambah besar.
“Pemerintah dan aparat keamanan harus bisa mengantisipasi, kalau tidak maka akan menjadi potensi besar perpecahan bangsa,” katanya.
Kesimpulannya, lanjut Habib, mereka mudah terpapar paham radikal karena menerima informasi ajaran hanya dari kelompok itu, dan berlangsung sangat massif.