Charles mengatakan, China Coast Guard yang mengawal kapal nelayan Tiongkok di Natuna telah mengganggu kedaulatan RI. “Ini kejadian kedua setelah Maret 2019, kapal Tiongkok juga sempat diusir oleh aparat keamanan maritim Indonesia,” kata Charles melalui layanan pesan, Selasa (31/12/2019).
Politikus PDI Perjuangan itu menilai Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI telah bertindak tepat. Sebab, Kemenlu telah memanggil Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok di Jakarta dan menyampaikan nota diplomatik.
“Kita tidak bisa menoleransi dan tidak bisa berkompromi terhadap pelanggaran kedaulatan negara,” kata dia.
Selain itu, kata Charles, Pemerintah RI juga bisa memilih respons yang lebih keras apabila Tiongkok tidak menunjukkan iktikad baik terhadap kedaulatan negara lain. Pemerintah bisa mengkaji kembali keterlibatan RI dalam inisiatif-inisiatif multilateral yang diinisiasi Tiongkok di forum internasional termasuk One Belt One Road (OBOR).
Adapun di tingkat regional, Indonesia bisa menggalang negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang kedaulatannya kerap dilanggar Tiongkok. Menurut Charles, Indonesia bisa mengampanyekan pengkajian ulang hubungan kawasan dengan Tiongkok.
“Berbagai kerja sama yang sedang dalam pembahasan antara Asia Tenggara dengan Tiongkok seperti Regional Comprehensive Economic Partnership harus ditinjau ulang kembali,” jelas Charles.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI itu menambahkan, ada upaya lain yang bisa dilakukan untuk memberi pelajaran kepada Tiongkok. Pemerintah, kata dia, bisa menggugat Tiongkok di forum peradilan Internasional seperti International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) dan International Court of Justice (ICJ).
“Berdasarkan putusan arbitrase internasional yang lalu dan hukum kebiasaan internasional, maka hampir pasti kita akan memenangkan gugatan. Putusan peradilan internasional dapat menguatkan legal standing dalam klaim teritorial RI,” jelas Charles. (ant/jp/tim)