Kulon Progo, Yogyakarta, EDITOR.ID,- Ada sebuah perkampungan terpencil di tengah hutan yang hanya ditinggali satu keluarga. Semua penduduknya memilih meninggalkan kampung tersebut pindah ke tempat lain. Kampung terpencil ini berada di dusun Watu Belah, Desa Sidomulyo, sebuah desa yang berada di Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Dilansir dari YouTube Jejak Bang Ibra, kampung terpencil itu dijuluki kampung mati. Ada juga yang menjuluki kampung suci. Dulunya wilayah kampung ini dihuni oleh sekitar tujuh kepala keluarga (KK).
Namun karena akses di kampung mati ini jauh dari kegiatan ekonomi dan aktivitas pendidikan, maka lambat laun, warga memilih pergi meninggalkan kampung mereka. Warga lebih memilih tinggal di kawasan yang dekat dengan akses kegiatan warga yakni jalan raya dan pasar.
Sehingga saat ini hanya tersisa satu keluarga saja yang memilih untuk menetap di kampung suci, desa Sidomulyo. Keluarga itu hidup sendirian dan terisolir. Mereka hidup di tengah hutan kawasan perbukitan Menoreh. Saking sepinya kehidupan, perkampungan itu dijuluki sebagai ‘Kampung Mati’.
Pindahan besar-besaran warga membuat kampung ini menjadi mati tanpa kehidupan dan geliat aktivitas manusia. Dan karena sepi dan tak ada manusia kecuali satu keluarga, kampung itu dikenal wingit atau angker. Sebab di kampung itu ada sejumlah rumah kosong ditinggal penghuninya, banyak ditumbuhi pepohonan dan kebon-kebon besar.
Dan karena keluarga yang masih bertahan tinggal disana sering diganggu hal-hal mistis kampung tersebut dikenal warga sekitar sebagai kampung angker.
Satu Keluarga Bertahan Di Kampung
Kampung suci berada di lokasi yang sangat terpencil dan sangat jauh dari keramaian desa lain. Kampung mati ini terletak di daerah pegunungan yang dikelilingi oleh hutan lebat.
Untuk menuju pasar saja sangat sulit diakses, bahkan sang istri hanya pergi ke pasar setiap 2 minggu sekali.
Ditengah warga rame-rame meninggalkan kampung tersebut masih ada satu keluarga yang bertahan.
Satu keluarga yang masih bertahan di kampung mati itu beranggotakan empat orang, yakni pasangan suami-istri Sumiran (49) dan Sugiati (50) serta dua anaknya Agus Sarwanto (23) dan Dewi Septiani (10) itupun menjadi penghuni terakhir Kampung Mati.
“Saya senang di sini, karena kalau cari kayu bakar dekat. Cari rumput dekat, cari daun singkong juga dekat. Air, walaupun itu airnya agak-agak putih, tetap bisa mengalir dari Sendang Pule di atas situ,” ucap Sugiati menjelaskan alasannya tetap tinggal di Kampung Mati, Jumat (16/6/2023).