EDITOR.ID, Jakarta,- Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara meminta Majelis Hakim yang mengadilinya agar ia divonis bebas dari tuntutan. Politisi PDI Perjuangan ini mengaku tak tahu menahu dan tak menerima fee komisi Bantuan Sosial dan mengklaim tak menerima dana tersebut. Lantas siapakah yang bermain?
Permohonan ini disampaikan Juliari saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/8/2021). Juliari didakwa dalam korupsi “upeti” Bansos Dampak Pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial.
“Dari lubuk hati yang paling dalam, saya sungguh menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat dari perkara ini. Oleh karena itu permohonan saya, permohonan istri saya, permohonan kedua anak saya yang masih kecil-kecil serta permohonan keluarga besar saya kepada majelis hakim yang mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan,” ujar Juliari di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Senin (9/8/2021).
Juliari menyebut hanya majelis hakim yang bisa mengakhiri penderitaannya. Juliari mengaku menderita karena telah dihujat.
“Dalam benak saya, hanya Majelis Hakim Yang Mulia yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarga saya, yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan, tetapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan terhadap saya dan keluarga saya akan berakhir tergantung dengan putusan dari Majelis Hakim Yang Mulia,” tuturnya.
Juliari mengaku sempat mendoakan majelis hakim agar diberkahi Tuhan Yang Mahakuasa. Dia berharap hakim memberikan keadilan bagi dia dan keluarganya.
Minta Maaf ke Jokowi
Saat membacakan pleidoi di sidang bansos Corona, eks Mensos itu menyampaikan permintaan maaf pada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Juliari mengaku lalai tidak mengawasi program bansos corona.
“Saya secara tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya, kepada Presiden RI Joko Widodo atas kejadian ini, terutamanya permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat, terhadap kinerja jajaran di bawah saya, sehingga harus berurusan dengan hukum,” ujar Juliari, yang mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/8/2021), secara daring.
“Perkara ini tentu membuat perhatian bapak presiden sempat tersita dan terganggu. Semoga Tuhan Yang Mahakuasa selalu melindungi Bapak Presiden dan keluarga,” lanjut Juliari.
Minta Maaf ke Bu Mega
Selain ke Jokowi, Juliari Batubara menyampaikan permintaan maaf ke Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Juliari mengaku menyesal telah mencederai kepercayaan Megawati.
“Kepada yang terhormat Ibu Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, beserta jajaran DPP PDI Perjuangan di mana sejak tahun 2010 saya dipercaya sebagai pengurus DPP PDI Perjuangan, saya harus menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan penuh penyesalan. Saya sadar bahwa sejak perkara ini muncul badai hujatan dan cacian datang silih berganti ditujukan kepada PDIP,” kata Juliari.
Bantah Terima Fee Bansos
Ada sejumlah alasan Juliari sampai berani mengajukan permohonan dibebaskan. Juliari masih bersikukuh membantah telah menerima uang suap pengadaan bansos sembako yang rencananya akan disebar di Jabodetabek tersebut.
Juliari juga mengaku tidak tahu uang fee bansos yang berasal dari vendor itu.
Menurut dia, di dalam persidangan hanya ada dua orang yang menyatakan ia menerima suap sebesar Rp14,7 miliar yakni terdakwa Adi Wahyono dan terdakwa Matheus Joko Santoso. Keduanya adalah pejabat di Kementerian Sosial.
“Dari semua vendor yang bersaksi di persidangan, semuanya tidak pernah menyebutkan bahwa uang yang diberikan kepada Terdakwa Matheus Joko Santoso adalah diperuntukkan bagi saya. Memang tidak ada aliran dana dari Terdakwa Matheus Joko Santoso ataupun Terdakwa Adi Wahyono kepada Saya yang berasal dari setoran para vendor Bansos Sembako. Termasuk tidak adanya uang, barang berharga, rekening bank, ataupun aset milik saya yang disita oleh KPK,” ujar Juliari.
“Bahkan hampir semua vendor yang dipanggil tersebut tidak mengenal ataupun pernah bertemu dengan saya sebelumnya,” imbuhnya.
Selain itu, selama persidangan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi hanya menghadirkan sebagian kecil vendor penyedia bantuan sosial ke pengadilan.
“Sebagian besar dari vendor yang nama-namanya ada di dalam Surat Dakwaan Saya tidak pernah dipanggil di persidangan bahkan mereka juga ada yang tidak pernah diperiksa pada tahap penyidikan,” kata dia.
Vendor-vendor yang diperiksa pengadilan pun tidak pernah menyebutkan uang yang mereka setor kepada Matheus atau Adi adalah uang untuk Juliari. Bahkan, sebagian besar dari mereka mengaku tidak pernah bertemu atau mengenal Juliari secara personal.
“Dari 3 (tiga) orang Saksi yang diduga menerima uang dari Matheus Joko Santoso ataupun dari Adi Wahyono yaitu Eko Budi Santoso, Kukuh Ary Wibowo, dan Selvy Nurbaity juga telah secara gamblang menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima yang untuk diberikan kepada saya,” kata Juliari. “Artinya memang tidak ada aliran dana dari Terdakwa Matheus Joko Santoso ataupun Terdakwa Adi Wahyono kepada saya yang berasal dari setoran para vendor bansos sembako.”
Sewa Pesawat Duit Darimana?
Terkait pembayaran sewa pesawat, Juliari mengaku menggunakan dana hibah dalam negeri. Dia menegaskan uang itu bukan berasal dari fee bansos yang dikumpulkan KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso.
“Pembayaran sewa pesawat yang saya gunakan untuk keperluan dinas saya selaku Menteri Sosial, di luar dari yang menggunakan dana hibah dalam negeri (Dana UKS), Saya telah menjelaskan bahwa memang Saya pernah meminta kepada Saudari Selvy Nurbaity untuk berkoordinasi dengan Biro Umum di Sekretariat Jenderal untuk dicarikan anggarannya. Dalam arti mencarikan anggaran yang memang sudah teralokasi di DIPA Kementerian Sosial Tahun Anggaran 2020. Bukan dari sumber lainnya,” ucapnya.
Alasan kedua, Juliari mengatakan kasus ini telah menyebabkan penderitaan baginya dan bagi keluarganya, termasuk anak dan istrinya yang tidak bersalah. Saban hari, ia mengaku mendapat cacian dan hinaan. Selain itu, media massa pun tak henti-henti menggambarkan dirinya sebagai sosok yang hina.
Juliari pun mengatakan anak-anaknya masih kecil dan membutuhkan sosok ayah, sehingga vonis penjara akan berdampak pada anak-anaknya juga.
“Putusan Majelis Hakim Yang Mulia akan teramat besar dampaknya bagi keluarga saya, terutama bagi anak-anak saya yang masih dibawah umur, dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai seorang ayah,” kata dia.
Dituntut 11 Tahun
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum KPK menilai Juliari telah terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Atas perbuatannya, jaksa menuntut Juliari dijatuhi hukuman 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama, yaitu Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (tim)