EDITOR.ID, Jakarta,- Presiden Joko Widodo menjadi dosen tamu spesial di Universitas terbesar dan paling bergengsi, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Seoul, Korea Selatan, pada Selasa, 11 September 2018. Dalam kuliah umumnya dihadapan ratusan mahasiswa, Jokowi memberikan paparan mengenai kemajuan revolusi digital 4.0 dan upaya menghadapinya.
Kuliah umum yang menghadirkan Jokowi sebagai dosen tamu di kampus tersebut dibanjiri mahasiswa. Hingga ruang auditorium perkuliahannya penuh sesak. Bahkan saking antusiasnya mahasiswa yang ingin mendengar ceramah ilmiah dari Jokowi, banyak yang tidak kebagian tempat duduk. Mereka terpaksa harus duduk lesehan di lantai.
Pada awal pembukaan kuliahnya, Presiden mengaku bahwa sudah banyak pembicara besar yang hadir di HUFS. Presiden Barrack Obama, Presiden Mikhail Gorbachev, hingga Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pernah berbicara dan memberikan sambutan di HUFS.
“Tapi saya cukup yakin, dari mereka enggak ada yang pernah loncat di atas mobil dengan mengendarai sepeda motor. Enggak ada,” kata Presiden yang membuat seisi ruang riuh dengan tawa.
Aksi yang dimaksud Presiden adalah aksinya saat pembukaan Asian Games 2018 lalu.
Asian Games tahun ini, menurut Presiden benar-benar memperagakan secara spektakuler human capital yang luar biasa yang ada di Asia. Lebih dari 14,000 atlet dan 7,000 pejabat dari 45 negara, bertanding pada 40 cabang olah raga sehingga menjadi Asian Games terbesar dalam sejarah.
“Dan pada upacara pembukaan Asian Games kita senang sekali dapat mempertemukan Perdana Menteri Korea Selatan dengan Deputi Perdana Menteri Korea Utara. Dan sama hal-nya seperti yang dilakukan saat Winter Olympics in Pyeong-chang, para atlet dari kedua Korea jalan bersama di bawah satu bendera Korea dan bertanding bersama, di berbagai cabang olah raga,” kata Presiden.
Presiden kemudian menuturkan bahwa upaya menciptakan perdamaian di semenanjung Korea, bukanlah satu-satunya tantangan yang sedang dihadapi dunia saat ini. Tantangan lainnya adalah tantangan keamanan, mulai dari Afghanistan, Timur Tengah, sampai Rakhine State di Myanmar.
Selain itu, populisme, proteksionisme, dan uni-lateralisme semakin meningkat di berbagai penjuru dunia. Perubahan iklim yang tidak henti-hentinya berkontribusi pada kebakaran hutan yang dahsyat, dari California sampai Australia sampai Indonesia dan pada fenomena heat wave, dari Eropa sampai Asia Selatan. Musim panas tahun ini, kota Tokyo mencetak suhu tertinggi dalam sejarah Tokyo yaitu 41 derajat Celsius.
“Konsumerisme kita yang boros membawa sampah plastik sampai bergunung-gunung membanjiri berbagai pesisir dari Bali sampai kepulauan Carribbean,” lanjutnya.
Belum selesai dengan semua tantangan tersebut, Presiden mengatakan dunia harus sudah bersiap dengan revolusi industri 4.0 dengan segala perubahannya yang sangat cepat. Untuk menghadapi semua ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah bersikap tenang. Presiden yakin bahwa potensi dari sikap positif dan optimisme dalam hubungan internasional dan negosiasi ekonomi pada umumnya kurang diperhitungkan.
Hal kedua yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan menurut Presiden adalah inovasi yang datang dari eksperimentasi. Ia memberikan contoh keputusan Presiden Moon Jae-In dan Presiden Donald Trump untuk membuka jalur dialog, dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meski banyak dikritik orang.
“Tapi kalau saya percaya lebih baik mencoba sesuatu yang baru meskipun ada risiko gagal. Sudah begitu lama, kita menempuh jalan untuk tidak bicara dengan para pemimpin Korea Utara, dan sudah bertahun-tahun enggak ada hasilnya, sama sekali tidak bergerak menuju pada sebuah perdamaian di semenanjung Korea,” lanjutnya.