Sukanto muda mengambil alih tanggung jawab keluarga: Sukanto meneruskan usaha orangtuanya yang dikenal sebagai berdagang minyak, bensin, dan onderdil mobil.
Sebagai pedagang ketika usia belasan merupakan pekerjaan yang sudah mendarah daging, Sukanto mengaku terbiasa membantu orangtuanya setiap pulang sekolah sambil membaca buku.
Namun, dirinya mengakhiri pendidikan formal lantaran terjadi pemberontakan hingga membuat sekolahnya tutup pada 1966.
Dan, dari situ Sukanto ditempa keterampilan berbisnis, termasuk bekerja keras dan tidak menyerah dalam keadaan situasi apapun.
Suatu ketika Sukanto pindah dari kota kelahirannya ke Medan.
Di Kota Medan Sukanto mulai tahun 1949
berdagang suku cadang mobil — ia mengubah usaha itu menjadi general contractor & supplier.
Sukanto mulai membangun rumah untuk pribadinya, memasang AC, pipa, traktor, dan berkat keuletannnya mulai lah Sukanto membuat lapangan golf di Prapat.
Menurutnya Indonesia banyak menciptakan proyek pembangunan dan ekspansi, sehingga terdapat kebutuhan yang meningkat untuk kayu lapis (plywood) di dalam negeri.
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah tersebut diiringi banyak sumber daya kayu yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sukanto memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Indonesia.
Peluang bisnis memberanikan diri terjun di bidang industri kayu. Sukanto memulai bisnis plywood pada tahun 1970-an di Indonesia.
Sukanto mengklaim dirinya tak membiarkan setiap peluang berlalu di hadapannya, setiap peluang Sukanto Tanoto pun mulai mengembangkan kemampuan bisnisnya, mulai dari bidang produksi kayu lapis, pulp, perbankan, dsn lain-lain.
Semuanya tersebut tidak lepas prinsip beliau, yaitu kerja keras dan kegigihan. Meskipun demikian, motif bisnis.
Sukanto Tanoto tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan.
Ia membangun program CSR di setiap perusahaanya.
Disamping itu membangun program pendidikan bagi para penduduk di sekitar perkebunan kelapa sawit, pengembangan masyarakat, dan beasiswa Tanoto Foundation
Pada suatu hari, beliau bertemu dengan seorang pejabat Pertamina dari Aceh yang menawarkan pekerjaan dan akhirnya menerima pekerjaan itu.
Banyak peluang tak ia sia-siakan begitu saja, Sukanto Tanoto secara bertahap mendiversifikasi bisnisnya dan memenangkan berbagai tender dengan melaksanakan kontrak untuk berbagai pembangunan seperti pipa gas untuk perusahaan minyak dan gas Indonesia, Pertamina.
ada pertengahan tahun 1970-an, ketika sedang melakukan perjalanan ke Malaysia, Sukanto Tanoto terinspirasi dengan berkembangnya industri kelapa sawit di sana dan berpikir Indonesia memiliki keuntungan alamiah yang dapat membuat negara tersebut lebih kompetitif.