JasMerah Bung Karno, Nasionalisme dan Generasi Muda

Oleh : Pandu Dewanata
Founder Indonesia Harus Berkibar / Putra Asli Blitar Jawa Timur

Indonesia Harus Berkibar. Semboyan itu sepertinya tepat dikumandangkan sebagai bentuk optimisme, disaat negeri ini sedang dilanda berbagai isu perpecahan yang menyita energi. Mulai dari isu “radikalisme”, intoleran, kriminalisasi, persekusi dan lainnya.

Sekiranya Bung Karno masih hidup tentu beliau menangis.

Negeri yang dibangun dengan darah dan airmata dihadapi dengan situasional retaknya persatuan dan kesatuan anak bangsa.

Walau eskalasinya tidak membahayakan, tapi isu referendum mencuat, sesama anak bangsa saling hujat, medsos dijadikan sarana untuk menjatuhkan. Itulah bibit perpecahan dari anak bangsa yang menjadi fenomena keindonesiaan saat ini.

Jika jendela sejarah kita buka, pada 17 Agustus 1966 Bung Karno, founding father kita, saat pidato terakhir kalinya berapi api mengatakan, jangan sekali kali meninggalkan sejarah.

Idiom itu dikenal menjadi JasMerah.

Beliau merangkum semua energi kekuatan orasi JasMerah, agar kita bangsa Indonesia optimis menghadapi situasi segenting apapun dengan mengutamakan keindonesiaan.

Kita semua paham, sejarah memberikan catatan hitam putih dan sejarah pula memberikan pengalaman dan pembelajaran. Dari nilai nilai patriotisme dan nasionalisme sampai masalah pemberontakan.

Pidato JasMerah Bung Karno itulah daam kontek saat ini patut menjadi renungan kita, betapa pentingnya memaknai keutuhan berbangsa dan bernegara.

Kita harus optimis bahwa keutuhan Indonesia adalah segala galanya.

Bangsa Indonesia bisa besar jika semua kekuatan anak bangsa dikonsentrasikan energinya secara penuh ke masa depan.

Ibarat anak panah yang memerlukan busur, bangsa Indonesia pun memerlukan kekuatan pendorong agar mampu bangkit mendahulukan persatuan dan kebersamaan dalam bingkai nasionalisme.

Ya kita harus bangkitkan roh nasionalisme, roh nasionalisme religius yang diajarkan sejarah, dari para pendahulu kita, para leluhur, pejuang dan pendiri bangsa ini. Sebuah warning besar jika nasionalisme anak bangsa ini kendur apalagi luntur.

Memang Indonesia tidak sendirian dalam menjalani kenyataan sejarah sebagai suatu bangsa dalam hal merekatkan nasionalisme.

Banyak bangsa di dunia berjuang ratusan tahun untuk menyatukan cita cita dalam satu kebersamaan. Amerika Serikat misalnya, mengalami perang saudara panjang dalam sejarah bangsanya.

Inggris, Spanyol, Philipina, India, Srilanka, dan beberapa negara lain masih terlibat konflik dengan rakyatnya dengan beragam tuntutan, termasuk memisahkan diri untuk merdeka. Itulah perjalanan panjang dan mahal memaknai nasionalisme suatu bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: