“Ke depannya, kita berharap bisa lebih mandiri dalam mengembangkan teknologi mitigasi bencana, meskipun kolaborasi dengan negara maju tetap dilakukan, kita tidak ingin lagi bergantung sepenuhnya pada teknologi mereka,” kata Dwikorita.
Sistem baru yang dikembangkan nantinya diberi nama “Merah Putih”. Nama tersebut menjadi tanda bahwa pengambangnya adalah pakar-pakar dari Indonesia.
Beberapa kampus yang sejauh ini akan terlibat yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Indonesia (UI).
Selain untuk memberikan informasi bencana, Sistem Processing InaTEWS Merah Putih juga diharapkan bisa membuka kreativitas dan kolaborasi dari akademisi, pemerintah hingga lembaga internasional.
Dwikorita mengatakan Indonesia tidak boleh terus ketergantungan terhadap teknologi asing. Menurutnya, pemerintah perlu mendorong lagi karya dan inovasi dari kalangan akademisi di kampus-kampus Tanah Air.
Selain itu, Dwikorita juga berharap sistem bisa menjadi alat bagi pemangku kepentingan dalam membuat upaya mitigasi yang tepat.
Sementara di Jawa Timur sebagaimana dilansir dari Beritajatim.com, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi, Danang Hartarto mengatakan segera merespon potensi gempa megathrust di selatan Jawa, termasuk Banyuwangi. Sehingga, pihaknya bersiaga dengan memasang Early Warning System (EWS) di sejumlah titik.
Setidaknya, ada EWS yang terpasang di 8 titik di sepanjang pantai Banyuwangi. Pemasangan ini dilakukan untuk memberikan peringatan dini jika terjadi gempa yang berpotensi tsunami.
“Kami telah memasang Sistem Peringatan Dini atau Early Warning System (EWS) di 8 titik di sepanjang pesisir selatan,” kata Danang.
Selain itu, respon cepat lainnya BPBD juga melakukan simulasi dengan skenario terjadinya gempa besar di laut selatan. Pada simulasi itu, pihaknya juga melibatkan berbagai elemen masyarakat di Banyuwangi.
Seperti simulasi evakuasi yang dilakukan di Pantai Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Daerah ini merupakan kawasan terparah saat terjadi tsunami pada 1994 silam.
“Pada simulasi, dimulai adanya sirine tanda bahaya berbunyi sebagai pertanda bahwa akan terjadi tsunami. Warga yang sudah dibekali pengetahuan tentang prosedur evakuasi langsung bergerak menuju titik aman, yaitu dataran tinggi yang telah dipetakan sebagai lokasi evakuasi sementara,” katanya.
Dalam simulasi ini, lanjut Danang, BPBD Banyuwangi juga memperkenalkan langkah-langkah mitigasi bencana. Warga dilatih untuk tetap tenang namun sigap dalam menghadapi situasi darurat.