“Saya terus terang pada waktu kasus e KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya memanggil berlima, ini kok sendirian.Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan,” kata Agus Rahardjo kepada Rosi.
“Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘Hentikan’,” lanjutnya, mengaku awalnya merasa bingung maksud kata ‘hentikan’ yang diucap Jokowi.
Agu Rahardjo mengerti dengan maksud Presiden Jokowi agar KPK dapat menghentikan kasus e KTP yang sedang ditanganinya menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).
“Saya heran yang dihentikan apanya,” heran Agus Rahardjo.
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasus Setnov, ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e KTP,” terangnya
Dan Agus tetap pada pendiriannya, kepada Rosi mengaku tak menuruti perintah Presiden Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto, mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.
“Saya bicara apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu,” ungkapnya.
“Karena tugas di KPK seperti itu, makanya kemudian tidak saya perhatikan, saya jalan terus,” tegasnya.
Dalam proses di pengadilan ketika itu Pansus Angket akan melayangkan panggilan ke-2 dan ke-3 terhadap MH. Jika panggilan ke-3 tetap diabaikan, Pansus akan minta bantuan Polri utk mendatangkan paksa MH. Tapi Kapolri telah memberikan isyarat tidak bisa membantu.
Selain itu DPR juga berencana melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo, ke polisi karena telah menghina DPR.
Kelemahan² posisi Pansus Angket bisa dibaca dalam artikel Indriyanto Seno Adji.
Dengan mau memanggil paksa MH & melaporkan Ketua KPK ke polisi, Pansus Angket DPR telah menabuh genderang perang melawan KPK.
Kalau kita ibaratkan Pansus Angket DPR dengan cecunguk²nya para politisi busuk di dalam mau pun diluar DPR sebagai Kurawa & KPK, serta barisan rakyat pendukung KPK sebagai Pandawa.
Semua yang anti korupsi berdoa semoga Kurawa nanti semuanya bakal tewas di medan perang Kurusetra, alias masuk bui semuanya, terutama semuanya yg terlibat dlm mega korupsi proyek e KTP elektronik.
Ini kesempatan emas membabat habis para politisi busuk di DPR yg kerjanya cuma merampok & menggarong APBN.
Kasus e KTP berawal saat Kemendagri di tahun 2009 merencanakan mengajukan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).