Lumajang, EDITOR.iD,- Salim kancil adalah seorang petani kecil yang punya kepedulian besar terhadap kerusakan lingkungan. Maka ia bersama rekannya sesama petani bernama Tosan berani “melawan” bos mafia yang menguasai lini jaringan bisnis penambangan pasir ilegal yang konon banyak dibekingi petinggi dan oknum polisi.
Salim kancil dan Tosan pun tidak gentar menghadapi “kekuatan besar” sang penguasa tambang pasir ilegal. Ia terus berjuang kesana kemari melaporkan kasus penambangan pasir ilegal itu ke semua aparat pemerintahan hingga ke polisi. Namun semua entah disengaja atau tidak, membiarkan dan tidak peduli dengan laporan Salim dan teman-temannya petani.
Sampai akhirnya aksi Salim Kancil menentang perusakan lingkungan besar-besaran itu sampai ke telinga bos besar penambangan pasir ilegal di Lumajang.
Singkat cerita siapa yang melakukan dan siapa otaknya masih menjadi teka-teki saking banyaknya pemain yang terlibat dalam kejahatan penambangan pasir ilegal yang bertahun-tahun dilakukan tanpa ada satupun berani menindak.
Adalah Kepala Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Haryono yang akhirnya “ketiban sampur” (mendapat mandat) untuk menjadi tersangka. Meski sebenarnya belum semua pemain di penambangan liar itu terungkap.
Ihwal Haryono menjadi tersangka karena dia punya “pasukan khusus” yang terdiri 12 orang, yang dikenal dengan sebutan Tim 12. Tugas tim ini meneror warga yang menentang penambangan pasir. Sehingga Haryono diduga menjadi otak penganiayaan dan pembunuhan terhadap Salim Kancil dan Tosan. Namun apakah otak pelaku riil nya adalah Haryono masih Wallahualam…
Bahkan, sejak adanya surat yang ditujukan kepada Kades itu, warga semakin sering mendapatkan teror. Warga mengatakan, teror itu dilakukan orang-orang dekat Kades yang biasa disebut Tim 12.
Tim itulah yang mencari dan mengancam orang-orang yang ikut tanda tangan penolakan penambangan pasir, yang dikirim ke sejumlah LSM di Jakarta.
Abdul Hamid, rekan seperjuangan Salim dan Tosan cerita ancaman tersebut membuat nyali sejumlah warga menciut. “Mereka takut karena orang-orang itu kan dekat dengan Kades,” kata Iksan, warga lain di Desa Selok Awar-Awar.
Tim 12 itu yang menciduk Salim dan Tosan dari rumahnya. Salim diciduk Tim 12 saat hendak keluar rumah. Sementara itu, Tosan dikejar ketika menyebarkan selebaran penentangan penambangan liar kepada sopir truk yang melintas di depan rumahnya.
Penganiayaan secara keji dilakukan secara terbuka terhadap keduanya. Salim dibawa ke balai desa yang berjarak sekitar 2 kilometer dari rumahnya.
Di sana, dia disiksa beraneka cara. Mulai dihantam dengan benda tajam dan tumpul hingga disetrum di joglo pendapa.
Salim menjadi incaran utama karena dianggap salah seorang motor pergerakan perlawanan tambang. Bahkan, Jumat malam (25/9) sebelum kejadian, dia mengadakan pertemuan di rumahnya untuk membahas persiapan mendemo sopir-sopir truk tambang.