Jakarta, EDITOR.ID,- Elektabilitas pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD belakangan ini menjelang hari pemungutan suara tiba-tiba runtuh menempati urutan paling rendah. Ironisnya elektabilias Ganjar-Mahfud kini bahkan justru disalip Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar.
Padahal pada survei-survei awal Januari hingga Agustus 2023 silam selalu menempatkan posisi Ganjar-Mahfud di urutan teratas dan angka persentasenya selalu terpaut jauh dibanding dua pesaingnya.
Hasil jajak pendapat terbaru yang digelar lembaga Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) kembali menunjukkan elektabilitas paslon Ganjar-Mahfud paling rendah dibanding dua kompetitornya.
Kenapa bisa terjadi, apa penyebabnya?
Dalam surveinya CSIS menyebutkan penyebab anjloknya pasangan Ganjar-Mahfud karena keduanya belum bisa mengoptimalkan raihan suara di basis pemilih PDIP.
Survei yang dilakukan persis sehari setelah gelaran debat capres perdana pada 12 Desember 2023 itu menemukan bahwa pasangan Prabowo-Gibran masih bertahan di posisi pertama dengan elektabilitas 43,7 persen. Lalu disusul oleh pasangan Anies-Imin dengan elektabilitas 26,1 persen dan Ganjar-Mahfud dengan tingkat keterpilihan 19,4 persen.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes menjelaskan, elektabilitas Ganjar-Mahfud yang sempat menjadi yang beberapa bulan lalu teratas kini anjlok karena pasangan tersebut belum bisa mendulang suara secara optimal di daerah-daerah basis pemilih PDIP. Padahal, PDIP adalah partai utama pengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 3 itu.
“Kalau kita lihat di basis-basis utama PDIP yang harusnya angka keterpilihan pasangan nomor urut 3 itu besar atau optimal, itu tidak terjadi. Misalnya di Jawa Tengah yang jadi kandang banteng, itu Pak Ganjar belum bisa mengoptimalkan suaranya,” kata Arya saat memaparkan hasil survei lembaganya di Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kata Arya, elektabilitas Ganjar-Mahfud hanya 43,5 persen. Sebagai catatan, Ganjar adalah mantan Gubernur Jawa Tengah. Provinsi tersebut juga dijuluki ‘kandang banteng’ karena PDIP hampir selalu memenangi pemilu di sana.
Selain itu, lanjut Arya, pasangan Ganjar-Mahfud juga belum berhasil mengoptimalkan raihan suara di wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Di dua wilayah tersebut, elektabilitas Ganjar-Mahfud hanya 30 persen. Provinsi Bali diketahui juga merupakan basis pemilih PDIP.
Hal serupa, kata dia, terjadi di kawasan timur Indonesia, tepatnya di Maluku dan Papua. Dia dua wilayah itu, Ganjar-Mahfud hanya memperoleh elektabilitas 10 persen. “Ini menunjukkan bahwa di basis utama partai pengusung Pak Ganjar, itu dukungan pemilihnya tidak optimal,” ucap Arya.