EDITOR.ID, Jakarta,- Kejutan dibuat Presiden Joko Widodo saat mendapuk anak muda Nadiem Anwar Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Bayangkan usianya baru 35 tahun. Namun ia harus mengelola ribuan aparat sipil negara (ASN) di jajaran kementrian, mengembangkan kemajuan bagi 300 ribu sekolah dan 50 juta siswa.
Pilihan Joko Widodo tidak meleset. Sejak awal berkampanye dalam Pilpres kemarin Jokowi berulang kali meneriakkan janji bahwa jika ia memenangi Pilpres maka di pemerintahan lima tahun keduanya, ia akan memprioritaskan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Nah ini saatnya mengubah mindset selama ini bahwa Kementrian Pendidikan harus dipegang orang yang berlatar belakang akademisi, guru atau pendidik, itu salah besar, kini saatnya posisi Menteri diambil dari “orang luar” agar ia bisa mengubah yang ada di dalam, bukan justru mandek dalam zona nyaman tanpa kemajuan,” kata pengamat sosial, Asri Hadi, MA di Jakarta, Minggu (27/10/2019)
Pilihan Jokowi terhadap Nadiem disebut Asri Hadi sebagai out of the box Presiden Jokowi. “Sesuatu yang diluar kemampuan kita untuk membaca ide beliau,” katanya.
Pernyataan ini disampaikan Asri Hadi menanggapi “gugatan” sebagian kalangan terkait Nadiem Makarim yang tidak memiliki jejak pengalaman sektor pendidikan.
Sementara itu menanggapi pilihannya, Presiden Joko Widodo pun memberikan penjelasan alasan dirinya memilih pendiri Gojek, Nadiem Makarim, sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat bertemu media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Setidaknya ada 3 alasan Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan banyak pihak yang tak menyangka Nadiem Makarim akan menjadi Mendikbud dalam Kabinet Indonesia Maju.
Pertama, Jokowi menilai Nadiem punya kemampuan manajerial. Meski Nadiem dinilai tak memiliki latar belakang di sektor pendidikan, namun latar belakang Nadiem mendirikan perusahaan rintisan berbasis teknologi Gojek justru menjadi modal tersendiri.
Ia meyakini sosok Nadiem bisa menggunakan keahliannya di bidang teknologi untuk menerapkan standar pendidikan yang sama bagi 300 ribu sekolah dengan 50 juta pelajar yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Bayangkan mengelola sekolah, mengelola pelajar, manajemen guru sebanyak itu, dan dituntut oleh sebuah standar yang sama,” jelas Jokowi.
Yang kedua, lanjut Jokowi, Nadiem memiliki penguasaan teknologi.
“Kita diberi peluang setelah ada yang namanya teknologi, yang namanya aplikasi sistem yang bisa membuat loncatan. Sehingga yang dulu dirasa tidak mungkin sekarang mungkin,” ujar dia.