Menurut Rudiyanto (2020), untuk menentukan nilai PDB adalah menjumlahkan angka konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan selisih dari nilai ekspor dan impor
(X-M). Sehingga didapatkan rumus: PDB = C + I + G + (X-M).
Untuk mendapatkan besaran angka PDB, BPS selalu melakukan perhitungan setiap kuartal, yakni per bulan Januari-Maret,
April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember. Dari kuartal ke kuartal, akan dihitung persentase untuk mengetahui plus atau minusnya pertumbuhan ekonomi.
Angka persentase PDB inilah yang menjadi tolak ukur tumbuh atau tidaknya ekonomi suatu negara. Apabila PDB suatu negara plus, maka ekonomi tumbuh. Sebaliknya, jika PDB minus, berarti tidak terjadi pertumbuhan ekonomi. Tumbuh atau tidaknya ekonomi suatu negara berpengaruh terhadap status resesi. Jika sudah terjadi resesi, merupakan preseden buruk bagi perekonomian suatu negara.
Resesi merupakan situasi perekonomian yang mengalami penurunan signifikan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Fenomena itu dianggap sebagai bagian tak terelakkan dari siklus bisnis atau irama teratur ekspansi dan kontraksi yang terjadi dalam ekonomi suatu negara.
Menurut Sri Mulyani Menteri Keuangan RI, dalam konferensi pers virtual APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) pada 16 Juni 2020, resesi merupakan suatu kondisi ketika angka persentase PDB suatu negara mengalami minus (pertumbuhan negatif) selama dua kuartal berturut-turut.
Sejauh ini, hingga 26 Agustus 2020, sudah ada 22 negara (maju dan berkembang) yang telah jatuh ke dalam resesi karena kontraksi outputnya terjadi dua kuartal beruntun.
Berikut adalah data PDB dua kuartal terakhir (YoY) yang dilansir Tradingeconomics, di negara-negara
yang mengalami resesi:
Banyak negara sudah mengalami resesi, yang diantaranya terdapat negara-negara maju seperti Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Tidak menutup kemungkinan beberapa waktu
ke depan jumlah negara yang mengalami resesi terus bertambah. Bahkan beberapa negara sudah di ujung tanduk mengalami fase yang lebih mengerikan; depresi.
Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II (Juli 2020), perekonomian RI terkontraksi hingga minus 5,32 persen. Meskipun memiliki beberapa bulan untuk meningkatkan situasi perekonomian, namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa perekonomian Indonesia terbebas dari resesi.
Dampak Resesi Bagi Indonesia menurut data dari BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia terpantau mengalami penurunan secara berturut turut dalam persen dari Kuartal IV 2019, Kuartal I 2020, Kuartal II 2020 yaitu 5,02 dan 2,97 dan -5,32. Hal tersebut dilatar belakangi dari terlambatnya pergerakan pertumbuhan ekonomi global dalam berbagai laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tentu hal tersebut diakibatkan oleh pandemi COVID-19.