“Siapa sih yang senang api kan nggak ada. Lah kalau dia terjadi kemarau agak panjang, nanti aja tanya sama Menteri LHK,” kata Darmin di Jakarta Pusat, Senin (16/9/2019).
Sementara, Michael Goutama, Chairman dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) Komite Singapura mengatakan, kabut asap dari kebakaran hutan tak memberi pengaruh pada minat investasi dari Singapura ke Indonesia.
“Belakangan 20 tahun kan climate change jadi lebih kering dan gampang terbakar. Apakah pengaruh investasi? Jawabannya saya rasa nggak,” katanya.
Saat disinggung adanya perusahaan Singapura yang turut berkontribusi pada kebakaran hutan, dia bilang, saat ini ada beberapa orang Indonesia yang mendirikan perusahaan kelapa sawit di Singapura. Kemudian, perusahaan itu beroperasi di Indonesia.
“Perusahaan orang Indonesia yang di sana, kalau bapak lihat stock exchange (bursa saham) Singapura, dari berapa perusahaan kelapa sawit itu kalau nggak salah 6 apa 7 milik orang Indonesia,” ujarnya.
Dia menambahkan, berdasarkan informasi surat kabar, perusahaan Singapura yang diduga berkontribusi pada kebakaran hutan berasal dari Indonesia.
“Kalau saya baca koran, Sampoerna yang di Singapura terdaftarnya, jadi orang Indonesia buka perusahaan di sana masuk Indonesia, itu menurut koran ya, saya nggak tahu apakah betul apa nggak,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan lima perusahaan asing asal Singapura dan Malaysia disegel karena penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sebanyak empat perusahaan berlokasi di Kalimantan Barat (Kalbar), sementara satu perusahaan di Riau.
“Ada empat, PT Hutan Ketapang Industri (asal) Singapura di Ketapang, PT Sime Indo Agro (asal) Malaysia di Sanggau, PT Sukses Karya Sawit (asal) Malaysia di ketapang, dan PT Rafi Kamajaya Abadi di Melawi ini yang disegel. Itu yang di Kalbar,” ujar Siti di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019). (tim)