Oleh Ahmad Rozali
Penulis adalah Nahdliyin kelahiran Bawean
“Ini risiko berdakwah Zal,†kata Gus Muwafiq sambil tersenyum kepadaku di dalam lift sebuah hotel di Jakarta, Selasa (3/12), malam tadi.
Sekeluarnya dari lift hotel, beliau lalu menghilang masuk ke dalam sebuah mobil menuju lokasi pengajian selanjunya.
Risiko yang dimaksudkannya tak lain saat Gus Muwafiq difitnah menghina Rasulullah SAW saat menyontohkan aspek ‘kemanusiaan’ kekasih Allah yang paling mulia ini dengan kata ‘rembes’.
Sebenarnya, dengan kalimat demikian, Gus Muwafiq mau mengajak kita melihat Rasulullah SAW sebagai sosok ‘manusia’ biasa. Tujuannya tak lain selain edukasi, agar sisi kebaikannya dapat kita tiru.
Aku bisa memahaminya karena diberi kesempatan berguru pada Gus Muwafiq untuk beberapa lama semasa menempuh kuliah di Jogjakarta. Gus Muwafiq dalam kesempatan berbeda, kerap menjelaskan pentingnya melihat Rasulullah dalam konteks manusia.
Misalnya perbedaan Nabi Muhammad SAW dengan nabi-nabi sebelumnya dalam aspek menyelesaikan masalah dunia krusial dengan umatnya. Nabi Muhammad SAW menyelesaikan urusan dunia dengan ‘cara manusia’ yang umumnya rasional.
Beliau tidak menghancurkan kaum kafir yang menentang dakwahnya sebagaimana yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, misalnya dengan menenggelamkan mereka di dasar laut sebagaimana Nabi Musa AS yang mampu membelah lautan.
Nabi Muhammad tidak seperti Nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar api. Nabi Muhammad juga tidak menghidupkan orang mati sebagaimana dilakukan Nabi Isa AS. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW menyelesaikan urusannya dengan cara manusia.
“Tujuannya, saat kelak Nabi wafat, umatnya bisa meniru caranya…,†katanya. Cara belajar seperti itu akan membawa kita menjadi lebih mudah belajar dari cara Rasulullah SAW dalam menyelesaikan sebuah masalah.
Namun cara belajar demikian mengaruskan pikiran seseorang terbuka untuk menerima bahwa rasulullah, pada dasarnya adalah dzat manusia yang memiliki ketersinggungan dengan banyak hal, hajat, sakit, sedih, senang dan seterusnya.
Saya menduga, bahwa orang yang memfitnah Gus Muwafiq menghina Rasulullah SAW adalah orang yang tidak tahu betapa mencintainya Gus Muwafiq pada Rasulullah SAW.
Saya berani bertaruh bahwa jadwal (undangan menghadiri) peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW lebih padat dari si penuduh. Ini menunjukkan betapa Gus Muwafiq sangat mencintai Rasulullah.
Belum lagi jika hendak menyebut kededakat Gus Muwafiq dengan bacaan shalawat yang intim. Sebagaimana kiai NU pada umumnya, Shalawat Nabi Muhammad SAW adalah bagian dari wirid keseharian atau wirid saat-saat genting tertentu.