EDITOR.ID, Jakarta,- Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji mengatakan, pasal penghasutan yang diterapkan kepolisian untuk menjeratkan kepada Rizieq Shihab sudah tepat.
Polisi menjerat Rizieq dengan Pasal 216 KUHP tentang melawan petugas, Pasal 160 tentang Penghasutan, dan Pasal 93 UU No 6/2018 tentang UU Kekarantinaan Kesehatan, sudah tepat.
Menurutnya, kasus pelanggaran protokol kesehatan terkait kerumunan di Petamburan tidak hanya terkait UU Kekarantinaan Kesehatan, melainkan juga perlu pendampingan pasal 216 tentang melawan petugas (obstruction of justice) dan Pasal 160 tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana.
“Memang kasus kerumunan ini tidak saja terkait UU Kekarantinaan Kesehatan saja, tetapi perlu pendampingan Pasal 160 (hasutan melakukan tindak pidana) dan Pasal 216 KUHP (obstruction of justice), karenanya sudah tepat apa yang dilakukan dan digunakan Polri terhadap ketentua-ketentuan pasal tersebut,” kata Indriyanto di Jakarta.
Menurut Indriyanto, upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan yang ditempuh kepolisian sudah sesuai lantaran Rizieq Syihab telah melakukan tindakan melawan petugas dan dua kali mangkir atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan terkait penyidikan kasus kerumunan.
Jadi wajar kalau Polri melakukan upaya paksa (coercive force) berupa penangkapan dan penahanan terhadap Rizieq.
“Siapapun yang tidak patuh dan tidak mematuhi prosedural hukum, jelaslah melakukan pelanggaran obstruction of justice, seperti mangkir dari proses hukum. Jadi wajar saja jika Polri melakukan upaya paksa (coercive force) berupa penangkapan dan penahanan terhadap Rizieq,” kata Indriyanto sebagaimana dilansir dari SP, Kamis (10/12/2020).
Tak hanya itu, Indriyanto menyatakan dalam batas-batas obyektif hukum tertentu, aparat kepolisian dapat menindak tegas terhadap siapapun pihak yang mengganggu proses hukum kasus ini, termasuk terkait pemeriksaan terhadap Rizieq Syihab.
Bahkan, kata Indriyanto, jika benar terdapat pihak yang menggunakan senjata api untuk menghalangi aparat kepolisian, pihak tersebut tidak hanya merintangi penegakan hukum (obstruction of justice), tetapi juga telah melakukan perbuatan makar (Aanslag) sebagai bentuk pelanggaran terhadap keamanan negara.
“Jadi Negara tidak bisa menyikapinya sebagai penegakan hukum saja, tapi antisipasi pada soal yang urgen sebagai gangguan stabilitas keamanan dan kedaulatan negara,” kata Indriyanto.