“Oleh karenanya pernyataan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko tersebut dapat menyesatkan masyarakat,” tandas Henry.
“Dari seluruh rangkaian penjelasan Jenderal Moeldoko dalam keterangan persnya itu, kami DPP GRANAT tidak melihat sisi manfaat dari Kratom kecuali “salah satu unsur dari kratom sebagai obat kanker dan anti nyeri”,” bebernya.
“Selebihnya “tersirat” adanya kepentingan lain yaitu keuntungan secara materi dari budi daya dan ekspor kratom dari sisi devisa yang tidak dijelaskan secara komprehensif, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan bahkan kecurigaan bahwa tidak dimasukkannya kratom sebagai Narkotika Golongan I dan akan dibuatnya tata Kelola dan tata niaga kratom hanya akan menguntungkan pihak tertentu karena ini dianggap sebagai bisnis raksasa,” tambah Prof. Henry.
Hal tersebut, lanjut dia, dikaitkan dengan pernyataan Kepala KSP Moeldoko yang menyatakan bahwa “Kementerian Perdagangan akan menentukan ekportir terbatas agar kualitas bisa terjaga dengan baik”.
Pernyataan Kepala KSP Moeldoko yang menyatakan bahwa “Menunggu hasil riset untuk menentukan kratom berbahaya atau tidak, karena kalau berbahaya-nya hanya bila dikonsumsi dalam jumlah besar, maka akan sama masalahnya dengan kopi, rokok dan tembakau”.
“Pernyataan tersebut kami anggap mengandung makna “bahwa kalaupun dikonsumsi dalam jumlah besar, hal itu juga tidak dilarang (karena tidak berbahaya). Karena kratom itu sama halnya dengan kopi, rokok dan tembakau”. Apalagi kalau dikonsumsi dalam jumlah kecil (sudah barang tentu tidak akan menimbulkan bahaya, oleh karenanya mengkonsumsi dalam jumlah yang besar maupun dalam jumlah yang kecil tidak akan dilarang,” pungkas Henry.
Asri Hadi: Perlu Dikaji dan Jika Mengandung Unsur Aditif Segera Dilarang
Pengamat Narkotika Asri Hadi menilai pelegalan tanaman Kratom perlu dikaji pemerintah secara komprehensif dan mendalam. Dan perlu melibatkan stakeholder dari BNN, penggiat anti narkoba, BPPOM, dan pakar obat dan narkotika.
“Agar kebijakan dan keputusan yang dihasilkan sudah melalui kajian yang komprehensif dan diterima semua pihak, apakah tananam Kratom ini memang mengandung unsur bahan membahayakan bagi seseorang menjadi sebuah ketergantungan yang sistem bekerjanya seperti Narkotika,” papar Asri Hadi yang juga penggiat anti narkoba BERSAMA.
Lebih lanjut Asri Hadi mengatakan, jika tanaman Kratom memang sangat membahayakan dan tidak direkomendasi lembaga narkotika internasional maka memang sebaiknya segara dibuat keputusan untuk melarang tata niaga, perdagangan dan budi daya tanaman Kratom. “Pemerintah harus bijak dalam hal ini untuk melindungi warga negaranya dari bahaya ketergantungan bahan narkotika dan obat-obatan terlarang,” kata Asri Hadi.
Latar Belakang Pelarangan Kratom
Bahwa di beberapa negara, setidaknya 32 negara telah menetapkan Kratom sebagai Narkotika Golongan satu. Dan WHO serta UNODC juga pada tahun 2013 telah menetapkan Kratom sebagai NPS (New Psychoactive Substances/ Narkotika jenis baru)