GRANAT Tolak Tanaman Kratom Dilegalkan Karena Masuk Narkotika Golongan Satu

Henry menjelaskan, kratom memiliki resiko ketergantungan yang tinggi, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi penggunaannya sebagai terapi.

Penggiat Anti Narkoba Asri Hadi (Kiri) dan Prof Henry Yosodiningrat Ketum DPP Granat (Kanan)

Jakarta. EDITOR.ID,- Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (Ketum DPP GRANAT) menolak rencana pemerintah melegalkan budidaya dan tata niaga perdagangan tanaman kratom melalui aturan. Pasalnya tanaman kratom merupakan narkotika jenis baru dan masuk dalam narkotika Golongan Satu.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (Ketum DPP GRANAT) Prof. Henry Yosodiningrat melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (22/6/2024)

“DPP GRANAT menolak legalisasi terhadap penanaman atau budidaya dan tata kelola serta tata niaga kratom. Karena Kratom adalah Narkotika jenis baru dan masuk dalam Narkotika golongan I,” ungkap Ketua Umum GRANAT Henry Yosodiningrat.

Selain itu, DPP GRANAT juga mendesak DPR RI bersama Pemerintah untuk memasukkan Kratom sebagai Narkotika Golongan I dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Prolegnas Prioritas.

Lebih lanjut Henry menjelaskan, kratom memiliki resiko ketergantungan yang tinggi, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi penggunaannya sebagai terapi.

“Tidak ada bukti empiris atau riwayat penggunaan kratom sebagai obat tradisional atau jamu di Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, sambung Anggota DPR RI Periode 2014-2019 tersebut, untuk menjadikan kratom sebagai obat, dibutuhkan riset ekstensif guna membuktikan sisi keamanan, khasiat dan kualitasnya sesuai standard internasional.

“Sebelum membuat regulasi terkait budi daya, distribusi dan penggunaan kratom, terlebih dahulu harus ditentukan dan dipastikan mengenai persyaratan perijinan untuk budi daya dan distribusi kratom serta otoritas regulasinya dan harus dipastikan akan melakukan inspeksi serta pengecekan kepatuhan secara rutin,” tegas Prof. Henry.

Di sisi lain, masih kata Henry, juga harus dilakukan program pendidikan dan kesadaran publik mengenai resiko dan manfaat penggunaan kratom. Dan yang tidak kalah pentingnya harus dan wajib dilakukan pengujian serta kontrol kualitas produk untuk memastikan keamanan produk.

“Hal tersebut diterapkan di Phillipine oleh Phillipine Drugs Enforcement Agency (PDEA). Dimana dalam pembuatan regulasi harus didasari pertimbangan akan resiko kesehatan yang terkait dengan penggunaan kratom, meliputi potensi ketergantungan, interaksi negatif dengan zat lain, dikarenakan kualitas produk yang tidak konsisten akibat kurangnya regulasi,” papar Henry.

Henry memaparkan bahwa UNODC Early Warning Advisory menginformasikan bahwa pengelolaan narkotika jenis baru seperti kratom, memberikan wawasan mengenai trend regulasi global dan langkah-langkah kontrol efektif yang dapat diadaptasi secara lokal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: