Oleh : Edi Winarto
Penulis Pemerhati Politik, Jurnalis
EDITOR.ID, Hampir berbagai lembaga survei di Indonesia telah menempatkan Ganjar Pranowo sebagai tokoh yang memiliki elektabilitas besar alias dukungan publik jika maju sebagai Calon Presiden 2024. Ganjar selalu masuk tiga besar dalam dua tahun terakhir survei ke publik.
Sayangnya Ganjar Pranowo bukan pemilik partai politik. Jika ia kader partai ya memang benar adanya. Ganjar Pranowo adalah kader PDI Perjuangan. Dua kali menjabat DPR-RI berangkat dari partai ini. Demikian pula dua periode menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah juga berkat pilihan atau keputusan sendiri sang Ketua Umum Ibu Megawati Soekarno putri.
Yang menjadi masalah belakangan ini, karena ada kader lain sesama Ganjar di PDI Perjuangan yang juga berambisi ingin jadi Calon Presiden 2024. Dia adalah Puan Maharani, sang Ketua DPP PDI Perjuangan.
Sinyal Puan berambisi ingin jadi calon Presiden tercium ketika sejumlah orang kepercayaannya di jajaran pengurus DPP PDI Perjuangan belakangan ini, sibuk menaikkan elektabilitas Puan Maharani.
Mulai dari memasang baleho besar-besaran di semua sudut kota di Indonesia yang bisa jadi menghabiskan dana puluhan miliar. Membawa Puan terjun ke lapangan melalui acara-acara untuk mengenalkan kepada publik. Termasuk membentuk gimmick politik pro rakyat kecil dengan mempertunjukkan Puan sedang berada di dekat rakyat.
Meski kerja keras tersebut belum membuahkan hasil karena survei sejumlah lembaga survei baru-baru belum juga mendongkrak nama Puan. Bahkan masuk 10 besar saja tidak bisa. Dan elektabilitas Puan masih dibawah nol koma satu.
Namun sebagian anak buah dan loyalis Puan Maharani di jajaran DPP PDI Perjuangan tetap setia mengerjakan perintah untuk membangun pencitraan politik tersebut secara bahu membahu.
Karena sebagian besar dari mereka atau pengurus partai mempersepsikan bahwa Puan Maharani adalah putra mahkota sang Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Jadi mungkin mereka berpikiran yang pantas mewarisi jatah partai, ya mungkin trah Soekarno.
Nah, menurut penulis rivalitas secara terbuka dan gesekan politik mulai muncul ke permukaan. Genderang sudah ditabuh oleh Puan Maharani. Sinyal tersebut nampak ketika Puan Maharani dalam sebuah acara membuat sindiran. Dan sindiran ini kemungkinan besar ditujukan kepada Ganjar Pranowo.
Puan Maharani menumpahkan kekesalannya di hadapan kader-kader PDI-P karena ada gubernur yang berasal dari partainya, tidak mau menyambut kedatangannya saat turun ke daerah.
Sindiran ini dilontarkan saat Puan memberikan arahan dalam rapat koordinasi tiga pilar PDI-P di Manado, Rabu 9 Februari 2022 kemarin. Puan mengaku heran kenapa ada gubernur yang tak menyambutnya padahal ia adalah seorang ketua DPR yang semestinya disambut dengan bangga oleh sesama kader PDI-P.
Penulis melihat sindiran ini sebagai rivalitas terbuka dan hubungan tak baik antara Ketua DPR RI Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Lontaran Puan ke kadernya untuk membangun opini bahwa ada yang tak patuh kepada partai.
Pernyataan ini juga memberi sinyal bahwa antara Puan dan Ganjar sudah terjadi gesekan politik. Bahkan hubungan keduanya makin merenggang. Karena soal dijemput atau tidak dijemput mungkin masalah yang kecil dan tak perlu diperdebatkan.
Namun pernyataan Puan yang mengeluhkan atas masalah kecil ini penuh nuansa politik dan menyudutkan posisi Ganjar. Omongan Puan ini tak bisa dianggap remeh, karena bisa menjadi besar dan berdampak tidak baik bagi Ganjar di dalam hubungan dengan internal jajaran pengurus dan keluarga besar PDI Perjuangan.
Bisa jadi Ganjar berpotensi makin dijauhi para loyalis Puan dan DPP PDI Perjuangan karena dianggap tidak menghormati Puan sebagai Ketua DPR RI dan salah satu ketua di DPP PDIP.
Hal itu membuat sebagian di DPP PDIP gerah terhadap Ganjar Pranowo. Bahkan, ada salah satu Anggota DPR RI dari PDIP dengan tegas menyalahkan Ganjar Pranowo harus bertanggung jawab atas terjadinya kasus Wadas. Padahal sesama partai, namun anggota DPR ini “menyerang” Ganjar dengan isu ricuh di Desa Wadas.
Pernyataan kader PDI Perjuangan dalam kasus Wadas yang bukan membela Ganjar namun justru menyalahkan adalah bentuk ketidaksukaan dan manuver penyudutan secara politis oleh kader sesama partai. Hal ini tak lepas dari banyaknya kubu pengurus DPP PDI Perjuangan yang merapat di barisan pendukung Puan Maharani.
Indikasi itu menguatkan dugaan sebagian pengurus dan politisi di DPP PDIP makin tidak berkenan kepada Ganjar Pranowo.
Namun situasi yang tampak mengemuka tak bisa dibaca hitam putih atau permukaannya saja. Apakah sinyal-sinyal itu akan berpengaruh terhadap peluang Ganjar Pranowo yang ingin diusung PDIP menjadi capres pada Pilpres 2024. Sang penentunya atau wasit akhirnya tetap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Kekuatan riil Ganjar Pranowo yang masih didukung publik berdasarkan hasil elektabilitas dari lembaga survey tak bisa dipandang sebelah mata. Andai Ganjar “dicuri” partai lain dan dimanfaatkan ketenarannya dari elektabilitasnya, maka partai lain yang akan diuntungkan. Partai yang menjual isu akan mengusung Ganjar pastilah akan meraup suara banyak dari para pendukung dan simpatisan Ganjar, dan PDI Perjuangan yang rugi dan rontok.
Kasus semacam ini pernah terjadi pada saat Pemilihan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Saat itu Ibu Risma, sapaan akrab Walikota Surabaya Tri Rismaharini memiliki dukungan besar dan mayoritas di kalangan warga Surabaya. Hampir semua lembaga survei menempatkan Risma menguasai hampir 80 persen dukungan publik agar ia kembali memimpin Surabaya.
Namun saat itu Risma kurang mendapat dukungan dari dalam internal pengurus DPP PDI Perjuangan. Risma sempat dilamar oleh sejumlah partai lain untuk mengusungnya di Pilwakot jika PDI Perjuangan tidak memajukan dia.
Beruntung krisis ini segera dituntaskan Ibu Megawati Soekarnoputri. Sang Ketua Umum mengambil alih tarik ulur masalah Calon Walikota Surabaya. Dengan hak Prerogatifnya, Bu Mega ambil keputusan menetapkan Risma sebagai calon resmi yang diusung PDI Perjuangan. Sejak saat itu manuver politik pun praktis berhenti total.
Tidak ada lagi yang mengotak atik Risma dengan isu-isu politik tertentu. Dan Risma memang benar memenangkan Pilwakot Surabaya dengan meraih suara nyaris 80 persen.
Nah apakah nasib Ganjar Pranowo akan seperti Risma atau sebaliknya. Hanya waktu dan takdir Allah SWT yang akan menentukan semua perjalanan politiknya. Wallahualam bi sawab.