EDITOR.ID, Serang, – Beredar surat pengunduran diri 20 pejabat Dinas Kesehatan Banten usai kasus pengadaan masker KN-95 diusut Kejaksaan Tinggi Banten. Badan Kepegawaian Daerah Banten pun akan memeriksa sejumlah pihak, termasuk Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramudji Astuti.
Diketahui, Kejati Banten menetapkan tiga tersangka korupsi kasus pengadaan masker, yakni LS sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinkes Banten, AS dan WF dari PT RAM selaku pemenang proyek. Nilai pekerjaan Rp3,3 miliar, dengan kerugian negara Rp1,680 miliar.
Surat tertanggal 26 Mei yang ditujukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Banten dan ditembuskan ke Ketua DPRD Banten, Sekda, Inspektorat, Kadinkes, dan Kepala BKD Banten. berisikan dua poin pernyataan sikap 20 pejabat Eselon III dan IV.
Poin pertama, 20 pejabat itu mengaku sudah bekerja secara maksimal dalam melaksanakan tugas sesuai arahan Kadinkes yang “penuh tekanan dan intimidasi”.
“Kondisi tersebut membuat kami bekerja dengan tidak nyaman dan penuh ketakutan,” tertulis dalam surat tersebut.
Poin kedua, para pejabat menyebut salah satu tersangka kasus tersebut, LS, melaksanakan tugas sebagai PPK sesuai arahan Kadinkes.
“Dengan kondisi penetapan tersangka tersebut kami merasa sangat kecewa dan bersedih karena tidak ada upaya perlindungan dari pimpinan,” ujar mereka.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, dengan bulat kami menyatakan sikap “menyatakan mengundurkan diri sebagai pejabat di lingkunan dinas kesehatan Provinsi Banten.”
Hingga pernyataan ini ditanggapi, 20 pejabat itu mengaku akan bekerja di luar kantor.
surat pengunduran diri 20 pejabat Dinkes Banten, usai kasus pengadaan masker KN-95 di usut Kejati dan menetapkan tiga orang tersangka, dua dari pihak swasta dan satu PNS.
Beberapa nama yang menandatangani surat pengunduran diri itu di antaranya adalah Akhrul Aprianto, Ahmad Darajat, Lalah Hidayat.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala BKD Banten Komarudin memastikan pegawai Dinkes yang mengundurkan diri itu merupakan pejabat eselon III dan IV.
Ia mengaku akan meminta keterangan dari 20 pejabat itu lebih dulu untuk mengetahui alasan yang sebenarnya soal pengunduran diri tersebut.
“BKD akan melakukan klarifikasi kebenarannya apakah dia betul mengundurkan diri atas kemauan sendiri (atau bukan), itu yang kita pastikan,” ujarnya, Senin (31/5).
Selain itu, pihaknya akan meminta keterangan Kadinkes Banten Ati Pramudji Astuti. “Kadinkes akan dimintai keterangan,” lanjutnya.
Terlepas dari itu, Komarudin menyebut pengunduran diri merupakan hak pegawai. Jika diterima, pemberhentian 20 pejabat itu akan diputuskan melalui surat keputusan (SK) Gubernur Banten Wahidin Halim.
“Nanti kita lihat, nanti terserah Pak Sekda, nanti setelah diklarifikasi pengunduran dirinya diterima atau tidak, karena pengangkatan mereka melalui SK Gubernur, sehingga nanti resminya mereka mengundurkan itu ada SK Gubernur lagi tentang pemberhentian,” jelasnya sebagaimana dilansir cnnindonesia.
Terpisah, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Nisa Rizkia mendesak Kejati Banten membongkar aktor intelektual pelaku korupsi hibah ponpes dan masker di Pemprov Banten.
Terkait korupsi dana hibah pesantren, baru dua orang yang dijadikan tersangka, yakni IS dan TS. Besaran hibah tahun 2018 yakni Rp66,280 miliar. Kemudian di tahun 2020 berjumlah Rp117 miliar.
“Harus ada pemeriksaan sebenarnya, karena kan memang kalau anggaran, yang punya kuasa, yang punya tanggung jawab, ada di pemerintah daerah. Jadi pimpinan daerahnya siapa itu harus di periksa terlebih dahulu, jadi kita tidak bisa menduga, tidak bisa menuduh begitu,” ucap Nisa, di Serang, Sabtu (29/5).
Keterangan dari Wahidin Halim, dianggap bisa membantu pengusutan korupsi hibah dan masker bagi nakes yang menangani pasien Covid-19 di Banten.
“Kita mendorong pemerintah atas (kepala daerah), pejabat atas untuk juga dilihat, sejauh mana, apakah ada dugaan keterlibatan atau seperti apa itu penting,” ujarnya.
Ade Irawan, mantan pentolan ICW yang kini menjadi Direktur Visi Intergitas, pun meminta aparat penegak hukum tidak takut memeriksa dan menetapkan petinggi di Banten sebagai tersangka.
“Jangan cuma ramai [berita]-nya aja, tapi penuntasannya harus selesai. Kalau tidak selesai akan jadi preseden buruk dan enggak ada efek jera. Kalau enggak ada efek jera, bisa terjadi lagi dan yang jadi korban masyarakat,” ujarnya.
Terlebih, kata Ade, korupsi ini dilakukan di tengah bencana seperti pandemi Covid-19.
“Undang-undang (UU) anti korupsi kita memungkinkan untuk hukuman yang sangat berat, bahkan sampai hukuman mati,” paparnya.
Dikonfirmasi terpisah, Agus Setiawan, kuasa hukum Gubernur Banten Wahidin Halim, yakin kliennya tak bersalah di kasus masker dan hibah. Pihaknya pun akan hadir jika keterangannya diperlukan oleh Kejati Banten.
“Kejati pasti profesional. Dari seluruh keterangan dan bukti-bukti yang dikumpulkan selama ini, pasti tahu dimana kekurangannya dan bagaimana melengkapinya. Tugas setiap warganegara adalah memenuhi segala panggilan untuk menjadi saksi,” tutur Agus, yang juga mantan Ketua DPW PPP Banten, melalui pesan elektroniknya, Sabtu (29/5/2021). (Tim)