“Cara tersebut merupakan akulturasi dakwah agar mudah diterima masyarakat,” ucap Ganjar.
Ganjar juga menjelaskan, alasan lain perjalanan ziarah wali songo ini adalah untuk mengenang segala cara dakwah ulama terdahulu yang tidak menyingkirkan kearifan lokal.
“Setelah dari sini perjalanan akan berlanjut ke Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Hari Minggu kita lanjut ke Makam Raden Fattah, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunungjati,” tutur Ganjar.
Usai dari Petilasan Sunan Ampel Ganjar ke Makam Sunan Gresik
Makam Sunan Gresik jadi lokasi kedua dalam rangkaian nyadran atau ziarah Ganjar dan istri Siti Atikoh setelah makam Sunan Ampel. Waliyullah yang bernama Maulana Malik Ibrahim tersebut merupakan tokoh permulaan Wali Sanga atau Wali Songo.
Lahir di Samarkand, Malik Ibrahim diajak ayahandanya untuk dakwah di Tanah Jawa dan akhirnya diterima dengan baik oleh pemimpin Majapahit, penguasa Jawa waktu itu.
Diterimanya Malik Ibrahim di lingkaran kerajaan, tidak terlepas dari keramahan dakwahnya dan dicintai masyarakat yang sebagian besar belum memeluk Islam.
Sebagaimana dikisahkan dalam banyak literatur, Malik Ibrahim mengawali dakwah dengan cara membuka pergaulan seluas-luasnya di kawasan pesisir Gresik.
Begitu mendapat banyak kepercayaan diri masyarakat setempat, Malik Ibrahim banyak melakukan dakwah lewat jalur perdagangan. Dari situlah dia akhirnya juga diterima pihak kerajaan.
Ganjar Pranowo mengatakan Sunan Gresik adalah teladan utama hubungan antara ulama dan umara. Keharmonisan hubungan dua pemuka tersebut, bagi Ganjar jadi syarat mutlak untuk memakmurkan masyarakat.
“Cara dakwah beliau selalu menginspirasi sampai saat ini bagaimana beliau berdakwah dengan baik, dengan ramah dan akhirnya bisa menjalin hubungan baik dengan penguasa waktu itu,” kata Ganjar, Sabtu (18/3/2023).
Apa yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim tersebut, lanjut Ganjar masih terasa lewat dakwah para ulama Tanah Air saat ini. Bahkan relasi ulama dan umara, seperti yang dicontohkan Malik Ibrahim dalam membangun masyarakat masih diterapkan hingga kini.
“Kita bisa melihat bagaimana Habib Luthfi bin Yahya. Selain berhubungan dengan umara, beliau juga sangat konsen ketika masyarakat menghendaki beliau dalam setiap persoalan dan tidak melulu persoalan ibadah keagamaan,” ucap Ganjar.
Menurut Ganjar, cara seperti itulah yang membuat Indonesia semakin baik. Apalagi ditambah dengan proses penularan yang turun temurun.
“Kita bisa melihat minimal di sini, bagaimana makam para wali juga dipenuhi dengan anak-anak. Dari situ anak-anak bisa belajar sejarah bagaimana negara ini dibangun dan dijaga. Semoga mereka meniru cara-cara dakwah yang baik yang dilakukan para pendahulu,” jelas Ganjar.