Yuzaini Bin Md Yusof, Presiden Direktur Petronas Indonesia, menuturkan Petronas masih meyakini dengan potensi besar di wilayah Indonesia Timur karena itu Petronas terlihat sangat agresif. Salah satunya yang baru saja ditandatangani bersama dengan Pertamina untuk masuk di proyek Masela.
Menurut Yuzaini berdasarkan data IHS 2023 menunjukkan jumlah pemboran eksplorasi di Indonesia Timur jauh lebih sedikit dibandingkan di Indonesia Barat. Akan tetapi secara volume, temuan cadangan di Indonesia timur volumenya lebih besar.
“Sumurnya sedikit di timur tapi temuan volumenya lebih besar. Dominan memang gas. Asap Kido Merah contohnya, sementara beberapa temuan-temuan kecil ada di indonesia bagian barat,” ungkap dia.
Namun demikian untuk kembangkan Indonesia timur perlu banyak inisiatif, salah satunya dari sisi penyediaan infrastruktur.
“Akses market juga penting, infrastruktur di timur berbeda dengan di Indonesia bagian barat. Kalau di barat sudah ada bahkan tersambung ke Singapura, ada juga ke Pulau Jawa. Sementara di timur sedikit infrastruktur, hanya dihubungkan oleh LNG. Sementara market juga belum ada, belum banyak industri di sana (Indonesia timur),” jelas Yuzaini.
Selain itu ketersediaan data dan penggunaan teknologi juga menjadi kunci keberhasilan eksplorasi terutama di bagian Timur. Seperti yang dilakukan Petronas di sumur Hidayah, Yuzaini menjelaskan teknologi menjadi kunci penting dalam perburuan cadangan migas di Indonesia bagian Timur.
“Paling penting lihat data dan teknologi, Hidayah discovery, sebelum drill dieksekusi, kita lakukan eksplorasi dan selesaikan seismik dengan teknologi terbaru. Teknologi ini terus berkembang, itu kuncinya. Kami percaya diri dengan potensi di Indonesia bagian timur, itulah kenapa kami di sana,” jelas Yuzaini.
Sementara itu, Pri Agung Rakhmanto, Praktisi migas dan juga pendiri Reforminer Institute, menyatakan apa yang dilakukan pemerintah demi memonetisasi cadangan migas yang ada sudah cukup positif. Tapi itu saja tidak cukup karena kondisi cadangan yang ada di wilayah-wilayah sulit membutuhkan usaha lebih ekstra.
“Kami pelaku usaha migas butuh praktik di lapangan lebih mudah, butuh fleksibilitas, secara umum kita semua tahu masalahnya,” kata Pri Agung.
Dia menuturkan pelaku usaha migas melihat Indonesia masih prospektif dari sisi cadangan, tapi di sisi lain para pelaku usaha juga melihat negara lain sebagai perbandingan.
“Kita butuh lebih banyak berusaha, mulai mentranslate pandangan migas dari migas sebagai mengeruk revenue ke migas sebagai penggerak ekonomi ke dalam aksi nyata. Kita perlu mengubah cara Indonesia melihat migas ke dalam uu migas. Jadi misalnya kalau memang gagal dapatkan cadangan jangan dianggap sebagai kerugian negara,” jelas Pri Agung.