DPRD Jatim Sahkan Perda Perlindungan Obat Tradisional

“Hemat kami, penting untuk merevitalisasi budaya penggunaan obat tradisional dengan memperbanyak edukasi tentanng budi daya, percaikan dan pemanfaatan obat tradisional baik di dalam keluarga dan di lembaga formal yang bisa diintegrasi dengan kurukulum yang relevan. Untuk itu butuh peraturan yang mendukung hal tersebut,” jelas Hadi.

Selain itu, kata wakil ketua Komisi A DPRD Jatim, sebagai bangsa yang melimpah akan anugerah tumbuh-tumbuhan herbal, maka pemerintah dan semua pihak harus terdorong untuk melakukan perlindungan, peletarian, pengembangan ddan pemanfaatan secara berkelanjutan dan modernisasi.

Artinya, bentuk kongkret dan turunan dari ini semua harus diiapkan para petani herbal yang handal, rumah sakit dengan layanan herbal, dokter specialis herbal.

“Kurang lebih pemerintah harus mempersiapkan dan menfasilitasi pusat observatorium herbal, sekolah herbal atau fakultas/prodi khusus yang mengkaji tentang herbal di perguruan tinggi, sehingga dibutuhkan formulasi regulasi yang memadai,” harap politisi asal Surabaya.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam sambutannya menyatakan bahwa bahan baku obat tradisional di Indonesia sangat melimpah. Dari total 40 ribu jenis tumbuh-tumbuhan obat yang dikenal di dunia, 30 ribuan disinyalir berada di Indonesia.

Jumlah tersebut, kata Khofifah mewakili 90% daritanaman obat yang ada di wilayah Asia. Dari jumlah tersebut, 25% diantaranya atau sekitar 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau tanaman obat. Namun hanya 1200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan baku obat-obatan herbal atau jamu.

Indonesia memang dikenal dengan julukan Live Laboratory. Meskipun memiliki kurang lebih 90% total jenis tumbuh-tumbuhan berkhasiat jamu, namun hanya terdapat sekitar 9 ribu spesies tanaman yang diduga memiliki khasiat obat.

“Dari jumlah tersebut baru sekitar 5% yang dimanfaatkan sebagai bahan fitofarmaka sedangkan 1000-an jenis tanaman sudah dimanfaatkan untuk bahan baku jamu,”ungkap Khofifah.

Tanaman obat di Indonesia yang dikategorikan sebagai tanaman biofarmaka mencakup 15 jenis tanaman, yakni jahe, laos/lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temukunci, dlingo/dringo, kapulaga, mengkudu/pace, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya.

Berdasarkan data statistik hortikultura tahun 2016, total produksi tanaman biofarmaka di Indonesia sebesar 595.423.212 kilogram. Sedangkan komoditas yang memberi kontribusi produksi terbesar terhadap total tanaman biofarmaka yaitu jahe (37,98%), kunyit (18,82%), kapulaga (1,22%), laos/lengkuas (10,50%) dan kencur (6,33%), kemudian tanaman biofarmaka lainnya produksinya masih dibawah 5%.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: