Dilema Marhaenis Dalam Dunia Pertanian

Oleh : Benny Edysaputra Sijabat

Penulis Alumni Fakultas Peternakan UNPAD, Koordinator Persatuan Alumni GMNI Agraria (PAGAR), Kader Muda Partai Golkar.

benny edysaputra sijabat dilema marhaenis dalam dunia pertanian
Benny Edysaputra Sijabat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

IDEOLOGI Marhaenisme lahir dari kepedulian Soekarno terhadap pertanian. Di Indonesia Petani selalu menjadi kelompok yang terpinggirkan, sistem dan kebijakan penguasa sering merugikan petani.

GMNI sebagai organisasi yang berlandaskan pemikiran-pemikiran Bung Karno haruslah mengambil langkah-langkah strategis dalam membangun dunia pertanian tanpa penindasan dan penghisapan ekonomi. Pijakkan dasar ideologi itu adalah pertanian, jadi tuntutan peranan GMNI untuk ada di garda terdepan perjuangan Pertanian merupakan keharusan mutlak yang tidak dapat di tawar-tawar lagi.

Alumni GMNI adalah keder yang dihasilkan GMNI tetap merupakan sebuah kesinambungan dalam perjuangan rakyat semesta untuk mewujudkan rakyat adil dan makmur. Perjuangan yang selama ini di lakukan oleh kader-kader GMNI lebih banyak kepada advokasi-advokasi politik dan hukum belum menyentuh kepada advokasi-advokasi kebijakan dan ekonomi.

Selain mengambil jalan advokasi kebijakan dan ekonomi kader-kader GMNI haruslah melakukan upaya-upaya inovasi dan perbaikan sistem tata kelola petani dan pertanian di Indonesia. Abad 21 adalah abad penuh kecanggihan teknologi dan inovasi.

Advokasi Kebijakan dan Ekonomi

Tanah atau lahan merupakan hal yang penting dalam dunia pertanian. Tanpa lahan yang memadai dan cukup negara manapun akan mengalami kesulitan besar dalam membangun dunia pertanian.

Selama ini peran kader GMNI lebih tertuju kepada advokasi politik dan hukum dengan melakukan advokasi lahan untuk petani tapi belum menyentuh kepada advokasi kebijakan dan ekonomi petani itu sendiri.

Seringkali ketika petani mendapatkan lahan untuk bertani, petani kebingungan untuk berproduksi. Akhirnya lahan pertanian pun berpindah tangan dan berubah fungsi.

Berdasarkan data BPS dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa lahan pertanian terus menurun. Contoh saja pada tahun 2017 lahan pertanian kita 7,71 juta ha dan pada tahun 2018 tinggal 7,10 juta ha. Dalam setahun saja berkurang kurang lebih setengah juta hektar. Sedangkan Menurut Menteri Pertanian Yasin Limpo lahan pertanian selalu berkurang sekitar 60.000 hektar setiap tahunnya.

Pertanyaannya kenapa lahan pertanian selalu berkurang setiap tahunnya sedangkan aktivis yang melakukan pembebasan lahan untuk petani juga banyak yang berhasil ???

Titik persoalannya adalah kegiatan usaha pertanian tidak menguntungkan petani. HPP dan BEP dalam dunia pertanian tidak sebanding dengan hasil yang di lakukan. Harga bibit dan pupuk serta biaya pengelolaan pertanian tidak sebanding dengan hasil yang di hasilkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: