Oleh Faisol Abdurrahman
Penulis Alumni Ponpes Raudlatul Ulum Al-Khaliliyah || Mahasiswa Pascasarjana IAI Al-Qalam, Malang || Penyuluh Agama di Kemenag Provinsi Kalimantan Barat
EDITOR.ID, Jakarta,- Salah satu ciri keimanan seseorang adalah kegemarannya untuk berinfaq atau menggunakan hartanya untuk kebaikan baik berupa sedekah, hadiah dan semacamnya. Sementara itu, menurut Imam Al-Ghazali, berikut merupakan tiga derajat orang yang berinfaq atau membelanjakan hartanya di jalan Allah.
Salah satu tolak ukur kebaikan seorang muslim, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran adalah tingkat keihlasannya dalam berinfaq.
???? ????????? ???????? ?????? ?????????? ?????? ?????????? ????? ?????????? ???? ?????? ??????? ??????? ???? ???????
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan, aka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Qs. Ali Imran: 92)
Ayat di atas inilah yang kemudian dipraktekkan oleh Sahabat Abu Bakar As-Siddiq, yang kemudian menjadikannya pada tingkatan pertama dari tiga tingkatan yang kami singgung di awal.
Secara lebih detail, berikut penjelasan Imam Al-Ghazali berkaitan dengan tiga tingkatan atau derajat orang yang berinfaq
Tingkatan Pertama
?????? ???????? ??? ????? ?????? ???? ?? ????? ??? ?????? ??????? ????? ?????? ???? ????? ?? ?????? ???? ???? ?? ????? ??? ??? ??? ??? ?????? ??? ???? ??? ?? ??? ????? ??? ???? ?? ???? ???? ??? ???? ???? ????: ???? ????? ?????? ??? ???? ??????
Tingkatan orang-orang yang kuat, yaitu orang-orang yang menginfakkan seluruh hartanya dan tidak menyimpan sedikitpun untuk dirinya sendiri sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu anhu ketika beliau datang dengan membawa seluruh hartanya kepada Rasulullah, kemudian Rasul bertanya: ?apa yang masih tersisa untuk dirimu?? Abu Bakar mejawab : ?Allah dan Rasul-Nya ?.
Tingkatan seperti Abu Bakar ini merupakan tingkatan tawakkal total, sehingga ia yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang berinfaq di jalan Allah.
Tingkatan Kedua
??????? ?????????? ??? ????? ?? ?????? ??? ????? ???? ????? ???? ?????? ??????? ??? ???? ????? ????? ???? ??? ?????? ??? ?? ???? ??? ??????? ??? ?? ?????? ?? ??????
Tingakatan pertengahan, yaitu orang-orang yang tidak mampu mengosongkan tangannya sekali waktu, tetapi dia masih menahan hartanya untuk berinfaq ketika terlihat adanya orang yang membutuhkan. Ketika ada orang yang membutuhkan, maka dia bersegera untuk memberikan hartanya agar kebutuhan orang tersebut terpenuhi dan dia tidak membatasi pada zakat yang wajib saja.
Tingkatan kedua ini, sekalipun tidak seistimewa tingkatan pertama, tetap merupakan kategori mulia. Karena hakikatnya, ia juga mengamalkan perintah Allah berikut
????? ???????? ?????? ??????????? ????? ???????? ???? ??????????? ????? ????????? ?????????? ???????? ??????????
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) kamu terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela (kalau kikir) dan menyesal (kalau berlebihan). (QS. al-Israa?(17): 29)
Tingkatan Ketiga
??????????????? ??? ????????? ??? ???? ?????? ???????
Tingkatan orang yang lemah, yaitu orang yang membatasi pada membayar zakat yang wajib saja.
Sahabat pembaca Pecihitam.org yang budiman, demikian tingkatan atau derajat orang yang berinfaq. Setiap mereka memberikan hartanya berdasarkan ukuran kecintaan mereka kepada Allah. Mari kita merenung! Ada di posisi manakah kita?
Pesan Imam Al-Ghazali, jika kita tidak mampu pada derajat yang pertama dan kedua, maka berusahalah dengan sungguh-sungguh agar tidak melewati derajat ketiga ini, karena hanya melakukan yang wajib saja adalah batasannya orang-orang bakhil.
Sebagai tips, marilah bersungguh-sungguh agar tidak terlewat satu hari pun kecuali kita bersedekah dengan sesuai kemampuan kita. Maka dengan itulah, kita akan naik dari derajatnya orang-orang bakhil. (Sumber Pecihitam.org)