Namun, mereka kemudian melanjutkan aksi di Kantor Keuangan Daerah Halmahera Utara. Mereka masuk dan mengobok-obok dengan membuang fasilitas kantor, membuang vas bunga, dan alat-alat yang ada di atas meja ke luar ruangan.
Selanjutnya mereka menuju ke hotel untuk melakukan aksi.
“Jadi saya mengikuti pleno KPU penetapan hasil pemilu pasca-putusan MK, kami dengan Forkompimda, tiba-tiba sekitar Jam 15.40 WIT, anak saya telepon bahwa mahasiswa yang melakukan aksi sementara menuju ke rumah,
Kebetulan di rumah ibu menjamu tamu penyanyi maupun artis komika, saya langsung keluar dan menuju ke rumah dan sebelum sampai ke rumah,
Kurang dari 70 meter dengan rumah kami, massa aksi sudah meletakkan mobil dan mau berorasi di situ mau mengusir para tamu yang kami undang, tidak boleh melakukan pertunjukan malam ini,” ujar Frans.
Frans mengaku telah memberikan teguran kepada massa aksi secara baik-baik agar segera kembali dan tidak melakukan aksi. Selain itu, waktu telah menujukan sore hari sehingga tidak tepat untuk menyampaikan aspirasi.
Namun, upaya bupati itu dibantah oleh massa aksi, mereka menilai keuangan daerah saat ini kian memburuk sehingga bupati dinilai menghambur-hamburkan uang rakyat hanya untuk mendatangkan artis.
Lebih lanjut, bupati menilai tindakan yang dilakukannya bukan selaku bupati, karena aksi yang dilakukan berada di kompleks perumahan pribadi dan tidak ada aparat berjaga.
“Ya sudah kebetulan di mobil saya ada parang salawaku, rencana mau dipakai pada acara cekalele di acara HUT itu ada dan saya usir. Kalau dengan tangan kosong tidak mungkin mereka bisa kabur.
Mau tak mau saya kejar dengan parang, dan untung mereka lari. Kalau tidak lari, menantang saya, ya tidak tahu apa yang terjadi tadi. Jadi itu kronologisnya saya kecewa dengan mereka,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Kabupaten Halmahera Utara, Johan Rivaldo Djini membantah pernyataan yang disampaikan Bupati Frans Manery.
Mereka tidak diberi teguran seperti yang disampaikan bupati, melainkan langsung mengambil parang dari mobil dan mengancam massa aksi sehingga lari berhamburan.
“Beliau datang keluar dari mobil langsung ambil parang dan serentak massa aksi kaget. Padahal kami menunggu apabila bupati ingin melayani dengan berdebat kami siap menghadapi, tetapi bupati mengambil parang sehingga kami lari karena bisa mengacam kami,” ucap Johan.
Menurut Johan, bupati juga memotong kaca mobil mereka dan pecahan kaca mengenai salah satu kader GMKI dan berdarah.
“Saya juga mengklarifikasi kami tidak merusak fasilitas kantor, kami hanya membuang vas bunga dan tempat sampah karena kami tidak ketemu satu pun pegawai di kantor keuangan, ini bentuk kekecewaan kami,” pungkasnya. (tim)