EDITOR.ID – Serang, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Serang, provinsi Banten menyelenggarakan diskusi publik secara daring dengan topik “Urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan Perlawanan Terhadap Kekerasan Seksual di Masa Pandemi Covid-19â€. Diskusi kali ini menghadirkan nara sumber Dia Puspitasari dari Institut Sarinah pada Minggu (7/3/2021).
“Penjelasan secara historis disampaikan bahwa sudah memasuki tahun ke-7 RUU-PKS tak kunjung disahkan oleh DPR-RI “ ucap Dia yang saat ini sedang menyelesaikan studi pascasarjana di Universitas Indonesia.
Selain itu, Dia juga mengajak para audiens untuk merefleksikan Peringatan Hari Internasional Perempuan sesuai kapasitas kita. Status kita sebagai mahasiswa misalnya, kita bisa berkonstribusi secara aktif untuk mendukung pengesahan RUU-PKS melalui kampus. Kerja-kerja kolaborasi akan membuat kekuatan masyarakat terkoordinir secara massive.
Apresiasi juga disampaikan oleh Dia Puspitasari terhadap Belma, moderator diskusi yang juga menjadi salah satu mahasiswi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), salah satu kampus ternama di Serang. Bahwa saat ini, melalui Gerakan Kampus Ramah Perempuan sedang diupayakan untuk mendapat legalitas dari kampus output berupa regulasi penanganan kekerasan berbasis gender di ranah kampus tersebut.
Penekanan bahwa dalam masa pandemi Covid-19 ini, tentunya membuat banyak hal yang tidak bisa kita seperti sebelum terjadi pandemi Covid. Namun, jangan dijadikan halangan untuk berhenti bergerak dalam menggalang dukungan Pengesahan RUU-PKS. Bahwa, pandemi bukan penghalang dukungan pengesahan RUU-PKS.
Selain itu, Dia Puspitasari juga memaparkan bahwa tudingan RUU PKS Bertentangan dengan Pancasila dan Berpemikiran Liberal itu adalah salah besar.
Penyusunan RUU ini didasarkan pada kasus riil dan pengalaman yang dialami korban kekerasan seksual di Indonesia yang juga didasarkan pada keadilan, penghargaan atas harkat martabat manusia dan nilai kemanusiaan, Prinsip nir-kekerasan merupakan prinsip yang ada dalam tiap agama dan terinternalisasi dalam Pancasila dan budaya bangsa, RUU ini memberikan jaminan, penanganan, perlindungan, hingga pemulihan korban (hal-hal yang belum ada dalam penanganan kasus kekerasan seksual), Didasarkan pada prinsip HAM universal.
Menjawab pertanyaan Maskiyatun, Ketua DPC GMNI Sumenep, bagaimana upaya yang harus dilakukan saat pengesahan RUU-PKS ini tak kunjung menemui hasil, Dia Puspitasari menyatakan bahwa tidak ada kata lain selain terus bergerak sesuai dengan kapasitas masing-masing dengan kerja-kerja kolaborasi.