EDITOR.ID _ Jakarta, Di usia kemerdekaan Indonesia yang sudah menginjak angka 76 Tahun ini, berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan akan terus dan harus bangsa ini hadapi, salah satunya ialah semakin cepatnya perkembangan zaman.
Pesatnya perkembangan zaman yang ditandai dengan lajunya perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi saat ini menjadi perhatian utama tidak saja oleh penyelenggara negara.
Salah satu organisasi kepemudaan Islam bernama Brigade Gerakan Pemuda Islam Indonesia (B.GPII) Jakarta Raya juga menilai, bahwa kepesatan zaman ini harus disikapi dengan serius.
“Kita tau bersama, di tengah era perkembangan teknologi yang begitu pesat dan semakin canggih ini, dengan keterbukaan segala informasi yang ada, menjadikanya sebagai suatu tantangan besar, siapa yang bisa beradaptasi dan mengelolanya dengan baik, tentunya akan menjadikan era teknologi ini sebagai sebuah potensi besar, namun hal yang sama juga berlaku sebaliknya, bagi siapapun yang tidak dapat beradaptasi dan mengelolanya, maka akan dibuat tenggelam.” Demikian ucap Doddy Abdallah, Komandan Brigade Gerakan Pemuda Islam Indonesia (B.GPII) Jakarta Raya.
Doddy menjelaskan, salah satu masalah utama dari era keterbukaan informasi saat ini ialah kurangnya filtrasi dari berbagai informasi yang beredar, mulai dari berita bohong, provokasi, hingga infiltrasi budaya, ajaran, dan ideologi yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan dan Pancasila.
“Era keterbukaan informasi ini harus disikapi dengan bijak, kita harus bisa mengontrol, harus pandai-pandai memfilter, jangan sampai terbawa arus kencang ini, kita tahu sekarang hoaks dan provokasi begitu gampang menyebar, bahkan sampai budaya, ajaran, juga ideologi yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan kita, nilai-nilai Pancasila kita, dapat beredar dengan bebasnya, jika tidak disikapi, apa kabar masa depan negeri ini nanti?”, katanya
Menyikapi hal tersebut, Doddy kembali menjelaskan bahwa kerjasama dari berbagai pihak sangat diperlukan baik dari tingkatan atas seperti instansi pemerintah, kemudian organisasi non pemerintahan, sampai ke lapisan masyarakat paling bawah harus bergotong royong.
“Masalah ini tidak bisa dianggap remeh penangananya harus serius dan terstruktur rapi, kolaborasi, gotong royong dan saling mendukung menjadi salah satu kuncinya, ambil peran masing-masing, misalnya institusi pemerintah, Polri lah contohnya punya peran dalam penegakan hukum, harus kita dukung, jika ada yang kurang kita beri masukan. Kami sendiri juga misalnya, sebagai organisasi yang bergerak di bidang pembinaan dan pemberdayaan pemuda, terus berkomitmen untuk membangun dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan dalam jiwa-jiwa pemuda yang kami bina melalui proses kaderisasi, jadi dalam setiap perekrutan dan pembinaan kader seperti yang terakhir kami laksanakan pada bulan November 2021 lalu, materi-materi yang mengandung nilai-nilai kebangsaan dan Pancasila akan menjadi materi wajib, salah satu tujuanya jelas untuk membentengi pemuda-pemuda kita agar tidak mudah terpengaruh atau bahkan tersusupi dengan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Pancasila yang hari ini dengan begitu mudahnya kita temukan di dunia digital. Lalu ada juga lapisan masyarakat paling bawah seperti keluarga, orang tua juga menjadi penanggung jawab utama dalam mendidik tunas-tunas bangsa agar tidak mudah terbawa arus negatif teknologi ini.” Jelas Doddy.
Mengakhiri statemenya, Doddy juga berpesan agar para pemuda Indonesia jangan sampai merawat sikap apatis, karena menurutnya kolaborasi dan gotong royong juga tidak akan pernah sukses juga pemuda-pemuda Indonesia masih apatis terhadap permasalahan bangsa. “Terakhir saya ingin berpesan kepada seluruh kawan-kawan pemuda, kolaborasi dan gotong royong itu hanya akan terwujud dan berjalan dengan baik jika kita tidak apatis, buang jauh-jauh itu sikap apatis, jangan dirawat, berbahaya itu, baik untuk diri sendiri ataupun masa depan bangsa.”