Tidak ada program dari Gubernur DKI Jakarta untuk menyentuh dan menyelami kemiskinan di Jakarta. Minimal mencari tahu apa faktor penyebabnya, bagaimana mengatasinya dan bagaimana bisa mengubah hidup mereka ke arah yang lebih beradab.
Dan seperti kebakaran jenggot. Tiba-tiba pemerintahan Kota Jakarta menata kembali kawasan Kolong Jembatan dan jalanan yang selama ini menjadi “rumah†warga miskin. Lapak mereka dibersihkan sehingga tak ada lagi kardus bekas dan bedeng memprihatinkan.
Namun kemudian muncul suara miring kepada Bu Risma dengan tuduhan terlalu mencampuri urusan sepele kelas Kepala Dinas Sosial.
Menurut penulis bukan persoalan kenapa Risma sekelas Menteri Sosial hanya mengurusi orang-orang miskin di kolong jembatan ibukota. Atau menurut pandangan sejumlah pihak Risma harusnya mengurusi kebijakan makro angka kemiskinan di Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua dari Rote hingga Miangas.
Menurut penulis kritikan sejumlah pihak kepada Bu Risma yang dianggapnya hanya mengurusi remeh temeh, mengurusi kebijakan sekelas kota bukan negara, sama sekali tak berdasar.
Penulis yakin jika soal membangun program, kebijakan dan target kerjanya sebagai Menteri terutama target Key Performance Indikator (KPI), Risma sangat paham betul. Hanya saja ia tidak mau mengumbar ke publik.
Penulis sangat yakin Risma akan mampu “bersih-bersih†pejabat di Kemensos untuk mengikuti ritme irama kerjanya.
Lantas apa dasarnya penulis bisa menyimpulkan pandangan seperti ini? Dasarnya, Risma memulai karir sebagai birokrat sehingga ia tahu betul budaya dan psikologi birokrat.
Risma juga seorang teknokrat. Apa bukti hasil kerja dia sebagai teknokrat. Risma mampu mengubah kota Surabaya yang awalnya kotor, kumuh, panas, gersang tak ada penghijauan kini menjadi kota hijau, kota yang terbanyak dipenuhi pohon dan bunga.
Dalam background untuk melandasi upaya membangun kampung miskin menjadi tertata rapi, Risma juga pernah menimba ilmu di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, lulus pada tahun 2002.
Sosok kepemimpinan Risma juga bukan kaleng-kaleng sebagaimana banyak dituduhkan bahwa dia hanya kelas kepala daerah lokal. Cara dia bekerja, mengelola program, target dan pola kepemimpinan Risma justru diakui dunia.
Pada Maret 2015, nama Tri Rismaharini masuk dalam jajaran 50 tokoh berpengaruh di dunia versi majalah Fortune bersama dengan tokoh-tokoh lain seperti CEO Facebook Mark Zuckerberg, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan tokoh lainnya.