SEMARANG,EDITOR.ID,– Bawaslu Jawa Tengah terus melakukan langkah pencegahan, pengawasan, sosialisasi dan bersinergi dengan sejumlah pihak, termasuk dengan media sebagai upaya menekan angka pelanggaran pada Pemilu 2024.
Kordinator Divisi Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi, Bawaslu Jateng Muhammad Rofiudin mengatakan, pihaknya terus akan berupaya menekan angka pelanggaran Pemilu.
” Langkah meminimalisir ini yang akan dilakukan dengan menggandeng sejumlah steakholder dalam upaya pencegahan dan pengawasan Pemilu. Setidaknya kami menargetkan tidak ada pelanggaran, alias nol persen dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024,” ujarnya dalam rapat dengan stakeholder ‘Sinkronisasi dengan media dan kreator mengawal tahapan Pemilu’- Bersama rakyat awasi Pemilu bersama Bawaslu tegakkan keadilan Pemilu, Selasa (27/12).
Menurutnya, Bawaslu dalam melakukan langkah-langkah pencegahan, pengawasan, sosialisasi dan bersinergi dengan media. Salah satunya adalah media bisa menjadi salah satu ajang edukasi kepada masyarakat.
” Keberadaan media ini, sangat penting karena memberi dan menyebarkan informasi,” katanya.
Dijelaskan, validasi informasi didapatkan dari media, sehingga urgensi media dibutuhkan dalam pengawasan Pemilu sangat penting. Karena itu, Bawaslu membentuk sejumlah kegiatan misalnya, lewat desa pengawasan politik uang, pendidikan literasi dan kegiatan lainnya.
“Pemilu merupakan daulat publik yang menjunjung kedaulatan demokrasi, maka suara rakyat harus dijaga,” ujarnya
Rofiudin menambahkan, pelanggaran Pemilu yang perlu diwaspadai adalah kasus politik uang atau money politic (yang paling banyak), ada juga ASN tidak netral, kasus pencoblosan dua kali, tempat ibadah dijadikan sebagai promosi caleg dan lainnya.
” Dari beberapa kejadian ini jangan sampai terulang kembali,” pintanya.
Menurutnya, seperti pada pemilu 2014 dan 2019 yang paling banyak pelanggaran dalam bentuk politik uang. Pada Pemilu 2014, dari 15 kasus, enam kasus di antaranya menyangkut pelanggaran berupa politik uang. Sedangkan di Pemilu 2019, dari 11 kasus lima di antaranya adalah kasus politik uang.
“Jadi dari kasus ini terbanyak kedua adalah kasus Aparat Sipil Negara (ASN) yang tidak netral. Pada Pemilu 2014, dari 15 kasus tercatat empat di antaranya kasus ASN tidak netral. Sementara di Pemilu 2019, dari 11 kasus, dua kasus tercatat sebagai pelanggaran dalam ASN tidak netral,” pungkasnya (tim).